Pemerintah Kota Makassar dinilai belum memiliki keberpihakan kepada kelompok difabel. Hasil analisis dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Makassar realisasi tahun 2017 – 2019 menunjukkan, Pemerintah Kota Makassar belum menjadikan disabilitas sebagai isu strategis dalam pembangunan.
“Dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2014 – 2019 Kota Makassar, tak satupun bidang pembangunan yang memasukkan isu disabilitas sebagai isu kajian strategis. Termasuk strategi dan arah kebijakan, serta program kebijakan daerah,” ujar Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) Sulawesi Selatan, Ishak Salim.
Dalam proses pembangunan Kota Makassar menuju kota layak difabel. Difabel tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga berdaya dan terlibat dalam proses perencanaan pembangunan kota, termasuk melakukan analisa dokumen APBD Kota Makassar. “Secara keseluruhan, alokasi belanja untuk isu disabilitas yang dapat diidentifikasi, tertinggi pada tahun 2017 dan cenderung turun pada tahun 2019,” ujar Ishak Salim.
Sementara, hasil analisa dokumen menunjukkan persentase jenis belanja per tahun pada alokasi belanja untuk belanja barang dan jasa masih cenderung mendominasi pada 2017 dan 2018. Sedangkan pada tahun 2019, mulai terjadi perubahan dimana persentase belanja modal lebih tinggi dibandingkan jenis belanja lainnya.
Jaringan Koalisi Organisasi Disabilitas/Difabel Kota Makassar Nur Syarif Ramadhan mengatakan, hasil analisis anggaran untuk pemenuhan hak difabel dalam sektor pendidikan khususnya di bidang infrastruktur. Total anggaran untuk Dinas Pendidikan Kota Makassar pada 2017 sebanyak Rp. 824.683.243.950 atau sekitar 25% dari Total Belanja pada APBD tahun 2017. Kondisi ini juga terjadi di 2018. Untuk 2019, meskipun mengalami peningkatan dari jumlah namun secara persentase dari total belanja mengalami penurunan yaitu hanya 22%.
“Jika ditelusuri lebih jauh untuk anggaran terkait isu disabilitas, ternyata anggaran pada tahun 2017 dan 2018 masing-masing hanya sekitar 0,021% dan 0,018%,” ujar Nur Syarif.
Anggaran Dinas Pendidikan Kota Makassar dari 2017-2018 terjadi penurunan sebesar Rp 14.460.000 atau 8,22%. Anggaran di 2017 ke 2018 memiliki kegiatan yang sama tetapi belanja pegawai dan belanja barang dan jasa lebih besar di 2017, yakni mencapai Rp 175.912.000 sedangkan 2018 sebesar Rp 161.452.000. Selanjutnya di 2018 ke 2019 terjadi peningkatan jumlah anggaran yang mencapai RP 14.323.787.950 dengan pertumbuhan mencapai 8772%.
“Pertumbuhan yang sangat signifikan ini karena adanya alokasi anggaran di 2019 rehabilitasi sekolah. Tapi, masih perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut untuk mengetahui apakah output dari rehabilitasi sekolah tersebut aksesibel bagi difabel atau tidak,” kata Nur Syarif.
Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pendidikan harus memastikan ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar yang akses bagi difabel, seperti lingkungan dan gedung sekolah, serta ketersediaan bahan ajar dan buku teks dalam bentuk huruf braille, audio CD, maupun alat peraga visual.
Di sektor kesehatan, hasil analisis total belanja pada APBD Kota Makassar pada 2017, persentasenya mencapai 13,32% dan cenderung meningkat di 2018 dan 2019, dengan persentase masing-masing 14,11% dan 15,86%.
Alokasi anggaran untuk isu disabilitas pada Dinas Kesehatan Kota Makassar 2017 mencapai Rp. 57.426.579.345 atau sekitar 13,01% terhadap total belanja Dinas Kesehatan. Kondisi ini cenderung menurun hingga 2019. Bahkan di 2019, persentasenya hanya mencapai 2,30%. Dilihat dari tren pertumbuhannya, sebenarnya di 2018 mengalami pertumbuhan yang mencapai 8,63% dari 2017. Tetapi di 2019, pertumbuhannya menjadi negatif yaitu mencapai -75,03%.
Melalui alokasi anggaran ini, jaringan Koalisi Organisasi Disabilitas/Difabel mempertanyakan konsistensi Pemerintah Kota Makassar dalam pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas untuk sektor kesehatan.
Menurut Syarif, beberapa hal urgen yang semestinya diperhatikan dalam pemenuhan hak difabel dalam bidang kesehatan, di antaranya adalah aksesibilitas sarana kesehatan seperti ketersediaan ramp, guiding block, toilet akses, loket akses, ketersediaan juru bahasa isyarat, running text, maupun holder.
Baca juga: Kebijakan Inklusi Disabilitas Setengah Hati di Makassar
“Ini tidak ditemukan dalam program dinas kesehatan. Dalam survei aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi difabel di kota Makassar yang dilakukan PerDIK bekerja sama dengan ICW pada 2019 lalu, menunjukkan bahwa umumnya fasilitas kesehatan yang ada di Makassar belum akses menurut responden disabilitas yang pernah mengakses sarana dan prasarana kesehatan,” ungkapnya.
Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Makassar menempati urutan kedua dengan alokasi anggaran tertinggi baik di 2017, 2018, maupun 2019. Hasil ditemukan menunjukkan persentase anggarannya mencapai 18,40% pada 2017 dan meningkat cukup signifikan pada 2018 menjadi 21,77%, dan turun menjadi 17,97% pada 2019. Meskipun persentasenya turun di 2019, tetapi secara nominal tetap mengalami peningkatan yang mencapai Rp. 1,8 M dari 2018.
Anggaran untuk isu disabilitas di Dinas PU Kota Makassar 2017 ke 2018 mengalami penurunan sebesar 34.04% atau sebesar Rp 6.920.158.190. Anggaran 2017 lebih besar dari anggaran 2018 karena adanya pembangunan trotoar di beberapa tempat yang memakan anggaran besar, sedangkan 2018 pemerintah Kota Makassar lebih fokus pada pemeliharaan sehingga anggarannya tidak sebesar tahun sebelumnya. Kemudian pada 2019 anggaran terkait disabilitas meningkat lagi secara signifikan yakni 141,04% persen dibandingkan 2018 karena adanya kembali program pembangunan trotoar.
“Terkait pembangunan trotoar, perlu dilakukan evaluasi karena ternyata meskipun telah dilengkapi dengan jalur khusus untuk difabel netra, tetapi setelah ditelusuri, banyak dari desain trotoar ini ternyata menyulitkan difabel netra bermobilitas karena di atas trotoar ini terdapat tiang listrik, baliho, pohon, termasuk halte bus,” ungkap Nur Syarif.
Selain itu, Syarif menilai dalam pembangunan fasilitas publik seperti trotoar, tidak hanya mempertimbangkan salah satu ragam disabilitas saja, tetapi juga mempertimbangkan semua ragam kemampuan seseorang termasuk pengguna kursi roda. Selain itu, perlu juga melibatkan difabel dalam proses pembangunan ini untuk lebih memahami hal yang bersifat teknis. “Sangat penting Dinas Pekerjaan Umum dalam menjalankan pembangunan memperhatikan ketentuan prinsip Desain Universal sesuai Permen PUPR.”
Aksesibilitas Layanan Publik
Dari analisa dokumen APBD Kota Makassar 2017 – 2019, kemudian Koalisi Organisasi Disabilitas/Difabel Kota Makassar menginisiasi usulan alokasi anggaran pembangunan Kota Makassar dan daftar usulan diserahkan melalui Bappeda Kota Makassar. Analisis anggaran ini sebagai bentuk partisipasi difabel dalam perencanaan pembangunan Kota Makassar.
Di bidang mobilitas dan fasilitas umum, Bappeda Kota Makassar harus mempertimbangkan ketersediaan aspek-aspek umum dalam pembangunan seperti, jalan/tangga khusus bagi pemakai kursi roda. Loket dan petugas bagi difabel. Toilet khusus difabel. Trotoar jalan dengan rambu-rambu khusus. Penyeberangan jalan dengan rambu-rambu khusus. Fasilitas khusus pada kendaraan umum.
Sementara di bidang Pendidikan, dalam perencanaan pembangunan infrastruktur harus mempertimbangkan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran yang aksesibel bagi difabel, seperti lingkungan dan gedung sekolah yang aksesibel terhadap difabel.
“Kami mengusulkan, setiap Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama merencanakan renovasi atau redesain fasilitas sarana dan prasarana sekolah sebanyak 10%/per tahun. Proses perencanaan ini wajib melibatkan Partisipasi Organisasi Disabilitas se-Kota Makassar.”
Untuk Bidang Kesehatan, Bappeda Kota Makassar harus mempertimbangkan ketersediaan aspek rancangan atau merenovasi bangunan kesehatan yang memenuhi persyaratan aksesibilitas bangunan yang dilengkapi sarana dan layanan kesehatan yang memudahkan bagi difabel saat pendaftaran, pembayaran, pengambilan obat, konsultasi dan pemeriksaan dokter.
“Mengusulkan kepada pemerintah untuk merenovasi semua Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah/kota yang belum akses (seperti ketersediaan ramp, guiding block, toilet akses, loket akses, bahasa isyarat, running text, holder),” terang Syarif.
Riset Alokasi Anggaran untuk Mendorong Advokasi Kebijakan
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar Pradano mengatakan, secara umum dari bedah anggaran yang dilakukan PerDIK dengan asistensi mentor dari YASMIB serta ICW mulai dari pelatihan dan tindak lanjut dari pelatihan bedah anggaran, APBD Kota Makassar belum sepenuhnya pro terhadap penyandang difabel.
“Kami juga melihat bahwa pelibatan kelompok difabel dalam perencanaan anggaran belum sepenuhnya dilakukan,” kata Tibiko.
Selain itu, meski terdapat alokasi anggaran, namun dianggap belum konsisten berdasarkan analisis PerDIK terhadap APBD Kota Makassar tahun 2017-2019, khususnya di sektor pendidikan.
Tibiko mengatakan, kelompok difabel penting untuk mempelajari dan mengkaji anggaran daerah. Sebagai warga negara, setiap orang berhak dan harus berpartisipasi dalam setiap penyusunan kebijakan, termasuk anggaran. Karena aturan tersebut akan berkaitan langsung dengan diri kita atau masyarakat itu sendiri.
“Pelibatan kelompok difabel sebagai salah satu bentuk penguatan masyarakat, karena ICW menganggap salah satu upaya untuk mendorong pemerintah yang bersih salah satunya melalui transparansi dan akuntabilitas dengan partisipasi publik yang baik. Kawan-kawan difabel sebagai suatu entitas harus juga ambil bagian dalam upaya tersebut,” ujar Tibiko.
Dengan pelibatan kelompok difabel bertujuan agar mereka menjadi lebih mandiri dalam mendorong adanya keberpihakan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. “Karena kita tahu, masih ada yang menganggap kawan-kawan difabel sebagai objek, padahal mereka juga merupakan subjek dari setiap perubahan kebijakan,” ujarnya menambahkan.
Mengapa basis riset penting? Karena dalam kerja-kerja advokasi, riset awal itu penting sebagai modal dasar dalam mengadvokasi kebijakan. Jadi apa yang diperjuangkan berdasarkan informasi dan data yang valid. Tidak salah ucap, tapi memiliki dasar yang kuat. “Sehingga melalui riset kita bisa melihat lebih utuh persoalan dan bagaimana solusi kebijakan.”
Rencana Induk Disabilitas Akomodir Difabel
Dalam perencanaan pembangunan Kota Makassar ke depan, pemerintah akan mengedepankan usulan terkait dengan disabilitas untuk mendorong Kota Makassar menuju kota inklusi dan ramah difabel.
“Di tahun 2021, kami akan lebih banyak berkomunikasi. Kita akan mendengarkan semua terkait dengan usulan-usulan. Karena di tahun 2021 nanti ini kami akan menyusun Rencana Induknya Disabilitas (RID) berdasarkan PP No 70 tahun 2019,” ujar Kepala Bidang Sosial dan Budaya Bappeda Kota Makassar, Amri Akbar.
Amri berharap, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) membuka diri, terutama yang belum memahami seperti apa sebenarnya infrastruktur yang ramah terhadap difabel. “Kami berharap semua masukan. Kita diskusikan dan diakomodir dalam suatu dokumen perencanaan. Keterlibatan disabilitas, tentu pemikiran dan saran semoga menjadi hasil yang baik dalam rangka perbaikan rencana kerja Pemerintah Kota Makassar maupun yang ada di SKPD masing-masing. Dan tentu kita berharap ini melahirkan sebuah kota yang ramah yang terkait dengan difabel,” ujarnya.
Ketua Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Makassar Abdi Asmara menilai, dalam proses perencanaan pembangunan di Kota Makassar memang harus melibatkan semua komponen, dalam hal ini penyandang disabilitas juga harus dilibatkan.
“Pemerintah Kota Makassar dalam membuat proses perencanaan dan penganggaran harus menghadirkan teman-teman disabilitas, karena mereka yang memahami fasilitas yang mereka butuhkan yang ramah bagi disabilitas. Kami di DRPD, jika pemerintah mengajukan anggaran untuk pekerjaan pelayanan publik, seperti trotoar yang ramah disabilitas, tentunya kami sangat setuju,” ujarnya.
Abdi meminta, pemerintah kota Makassar duduk bersama untuk membicarakan soal pembangunan yang ramah disabilitas. Termasuk untuk menilai dimana lokasi atau area yang harus dibuatkan fasilitas yang ramah bagi disabilitas itu, termasuk alokasi anggarannya. “Pemerintah Kota Makassar harus menindaklanjuti keluhan itu,” terangnya.
Pejabat sementara Walikota Makassar Rudi Djamaluddin mengatakan, dalam perencanaan pembangunan termasuk alokasi anggaran untuk tahun 2021 menjadi skala prioritas Pemerintah Kota Makassar. “Itu menjadi suatu prioritas dalam merencanakan pembangunan fasilitas umum dan difabel harus dipertimbangkan. Itu merupakan suatu keharusan,” ujarnya.
Akhir tahun 2020, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Ketenagakerjaan mendorong pembentukan unit layanan sektor ketenagakerjaan, melalui pembentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD). Salah satu programnya adalah bagaimana infrastruktur yang ada di Kota Makassar baik berdasarkan di layanan publik ataupun di perusahaan penerima tenaga kerja, sebisa mungkin itu inklusif atau aksesibilitas.
“Hal yang paling utama yang harus disediakan yaitu akses. Karena ketika misalnya aksesnya tidak lengkap bagaimana caranya teman-teman disabilitas mau bekerja,” ujar Riska Mahardika, Kepala Seksi Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar.
Untuk itu, harus ada sinergitas semua OPD di Kota Makassar. Masalah terkait disabilitas bukan hanya persoalan ketenagakerjaan saja. Namun, bagaimana pelibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan pemerintah Kota Makassar.
“Pada awal perencanaan ada Musrenbang. Mereka juga harus hadir. Sedini mungkin mereka harus mengeluarkan ide-idenya. Dan, sebisa mungkin bisa dituangkan ke dalam program pemerintah ke depannya. Jadi semua OPD punya peranan masing-masing dalam menyikapi persoalan-persoalan disabilitas.”
Penulis: Nurdin Amir (Makassar)