Lontar.id– Donald Trump dikabarkan menderita kerugian Rp16 triliun. Periode kelabu itu dialaminya pada kurun 1985-1994. Presiden Amerika itu memang dikenal sebagai pebisnis di bidang hiburan serta properti.
Reuters yang melansir berita New York (NY) Times, menuding kerugian itu sengaja diciptakan demi menghindari pajak penghasilan. Hal itu bersamaan dengan laporan cetakan pajak Trump dari lembaga Layanan Penerimaan Pajak AS atau IRS yang diterima New York Times.
“Trump mengalami kerugian yang banyak sehingga dia bisa menghindari pembayaran pajak penghasilan selama delapan dari sepuluh tahun,” begitu dilansir Reuters mengutip NY Times pada Selasa (7/5/2019).
Dari laporan yang diterima, inti bisnis Trump yang meliputi bisnis hiburan dan penginapan seperti hotel mengalami kerugian sebesar USD1,17 miliar atau sekitar Rp16,7 triliun selama sepuluh tahun pada periode itu.
Gedung Putih belum menanggapi soal ini. Namun menurut NY Times, Trump melaporkan kerugian lebih dari US$250 juta atau sekitar Rp3.6 triliun pada 1990 dan 1991. Kerugian ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan individu kaya lain yang tercatat dalam laporan sampling IRS.
NY Times dalam mengutip pernyataan pengacara Trump, Charles Harder, menilai laporan pajak sang presiden AS tidak akurat. Dia beralasan, sebelum era online, laporan pajak banyak yang tak mampu menyuguhkan data real. ” Sehingga tidak bisa memberikan gambaran mengenai jumlah pajak seseorang secara masuk akal,” kata Harder.
Selama ini, Trump, yang merupakan seorang konglomerat properti, mempromosikan keahlian negosiasi dan bisnisnya saat kampanye pemilihan Presiden 2016. Dia mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat pada pilpres itu.
Trump enggan merilis laporan pajak pribadinya saat pilpres AS 2016. Ini bertentangan dengan tradisi pilpres AS selama ini. Alasannya, dia tidak bisa melakukan itu karena pajaknya sedang diaudit.