Lontar.id — Menghadapi kenaikan harga tiket pesawat yang naiknya naujubilah, memang bisa bikin geram. Apalagi pilihannya cuma kapal udara, secara bersamaan uang pas-pasan.
Kalau mau berbicara, itu sudah jelas merugikan. Saya berencana ingin menikah, duit tabungan terpaksa saya korek demi lekas sampai ke kampung.
Lantas, mengapa tak memilih kapal laut? Begini, dalam perjalan, saya diharuskan menulis dan menaikkan berita. Di kapal laut tak ada jaringan. Semua orang kantor mudik.
Sebagai seorang yang terbiasa bekerja sama, sudah seharusnya kita membicarakan soal siapa yang mengisi dan berlibur. Begitulah kehidupan di Lontar. Terdengar nikmat, tetapi besar tanggung jawabnya.
Otomatis hasilnya adalah saya harus profesional, mengerti kondisi kawan, dan blablabla. Akhirnya lebih baik naik pesawat, kan? Itu secuplik kisah saya yang tak ingin saya lanjutkan.
Omong-omong, selain saya, dunia sepak bola kita, juga pasti kelimpungan dalam mengurus tiket pesawat mereka. Pernahkah Anda berpikir ke sana?
Para klub-klub di Jawa itu agak sedikit terbantu, karena banyak akses menuju klub lawan yang juga dalam satu pulau. Mereka bisa memilih naik kereta atau naik bus dan lewat ke jalan tol jika ingin memangkas jarak.
Tetapi mereka pasti juga akan kena imbas. Anggaran yang sudah jauh hari disiapkan sebelum pertandingan, harus dirombak ulang lagi. Lah, untuk mendatangi klub-klub di Indonesia Timur, bagaimana caranya?
Hitungannya, hanya itu yang klub Jawa sulitkan. Entah kalau masih ada kesulitan lain ihwal akomodasi yang menggigit mereka. Saya benar-benar tak tahu. Saya cuma melihat dari permukaan saja.
Dalam sebuah wawancara bersama Presiden Red Gank, Sul Dg Kulle, di warung kopi. Dia kaget juga mendengar pendapat saya kalau tiket masuk stadio kemungkinan besar akan naik.
Sul seorang pencinta PSM Makassar. Ia mengomandoi kelompok suporter. Otomatis, dia secara tidak langsung, bersinggungan dengan kebijakan manajemen PSM soal tiket dan lain-lain.
“Kenapa bisa?”
Saya jawab karena harga tiket pesawat naik dua kali lipat. PSM tidak bermain di Makassar saja. Selain ke provinsi lain, Pasukan Ramang harus terbang ke luar negeri untuk bertarung di kancah AFC.
Memang secara hitungan, PSM sudah punya banyak sponsor. Ada banyak perusahaan yang sudah menyuntikkan dana atau paling tidak bekerja sama dengannya. Tidak kaget dengan harga tiket, itu hal lain.
Bayangkan saja, PSM masih disoal dengan lampu, setelah itu biaya sewa stadion, setelahnya mereka harus memberangkatkan banyak pemain ke luar negeri dan ke luar kota. Melihat hal ini, saya percaya bisnis sepak bola itu besar ruginya.
Ambil satu contoh, jika satu pemain menghabiskan dana dua juta rupiah, belum biaya menginap di hotel, berapa anggaran yang dikeluarkan jika manajemen memberangkatkan puluhan orang? Belum bonus tim dan lain-lain.
“Pasti ada kerja sama dengan pihak maskapai. Bisa saja harganya normal,” sahut teman Sul, Kahar, yang juga anggota dari Red Gank. Saya mengiyakan dan menerima pendapatnya.
Sah-sah saja berkata seperti itu. Tapi ini hitungan paling terburuk, di luar dari cara manajemen mengatasi bagaimana keluar dari masalah tiket, tanpa menaikkan harga tiket masuk stadion.
Mendengar hal itu, Sul dan Kahar manggut-manggut. Pesannya sampai. Tampaknya hampir pasti tak ada jalan lain lagi kalau nantinya tiket masuk stadion dinaikkan dua kali lipat.
Menyimak isu ini, lantas bagaimana klub saudara kita, Persipura Jayapura, jika ingin ke mana-mana? Mereka harus bayar berapa? Harga normal saja, itu terdengar mahal sekali bagi kita ini, yang sedang berada di Makassar.
Nyaris mereka tak bisa naik kapal laut. Semuanya harus pesawat. Tak ada bus untuk bertamu ke kandang klub lain, seperti di provinsi tetangga kita. Bisa dibilang, pembangunan daerah Timur Indonesia masih jauh tertinggal.
Omong-omong soal PSM lagi. Saya yakin manajemen Juku Eja pasti pusing berpikir masalah ini. Soalnya, ini bukan masalah yang kecil. Ini menyangkut banyak hajat komune yang cinta akan sepak bola.
Lalu bagaimana pula dengan suporter PSM. Mereka bisa saja naik kapal laut yang sudah didiskon oleh pemerintah Kota Makassar. Dalam hal ini, kita semua wajib berterima kasih dengan pemangkukepentingan yang mempermulus akomodasi laut para suporter.
O ya, sebelumnya saya sudah menghubungi Humas PSM Makassar, Sulaiman Abdul Karim, untuk meminta penjelasan, apakah manajemen kesulitan atau tidak dengan fenomena harga tiket pesawat.
“Kerasnya pertanyaanmu.”
Saya tertawa, ia juga. Akhirnya, ia izin untuk berkoordinasi dulu dengan Munafri Arifuddin. Saya bertanya, beberapa hari yang lalu.
Hingga kini belum ada jawaban. Semoga saja tak ada kesulitan. Bisa berabe nanti kalau tiket masuk stadion naik dua kali lipat. Harga pernak-pernik juga. Hobi kita nanti jadi olahraga mahal semahal golf dan makin sepi penonton. Huft.