Lontar.id- Dua tahun lalu, tepatnya pada 01 Desember 2017, di stasiun Gondangdia dan pelataran jalan sekitar Menteng, saya melihat gerombolan 212 telah ramai berdatangan. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari pulau Sumatera hingga Papua.
Pakaiannya khas karena setiap regu memiliki seragamnya masing-masing. Untuk mendeteksi mereka adalah peserta reuni alumni 212 adalah dengan memerhatikan atributnya, biasanya di pakaiannya ada yang bertuliskan 212, ataupun yang paling sering terlihat melalui pin yang mereka gunakan.
Dan setahun lalu, tepatnya pada 01 Desember 2018, saya juga melihat begitu banyak orang berdesakan di dalam commuter line, yang akan membawa kami dari Bogor menuju Jakarta Kota. Pakaian mereka juga khas, dan saya langsung bisa mendeteksi jika itu peserta alumni reuni 212 karena telah melihat penampakan para pesertanya tahun lalu (2017).
Yang berbeda dari kedua tahun itu jelas isu dan tujuan perjuangannya. Pada tahun 2017 mereka berkumpul dan berdoa agar Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menang sebagai pemimpin DKI Jakarta. Pada tahun 2018, mereka berkumpul untuk memerjuangkan Prabowo Subianto menang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mengalahkan petahana Jokowi.
Baca juga: Munajat 212: Ajang Berkumpul Agamawan dan Pemimpin Partai
Tahun ini, 01 Desember 2019, saya memutuskan tidak keluar hunian dan memilih sepanjang hari tinggal di kamar. Beberapa pesan masuk bahwa reuni akan kembali digelar. Saya tidak tahu kondisi stasiun dan jalan saat ini. Apakah seramai dulu, sepi, atau mungkin semakin ramai?
Beberapa media yang saya baca, seperti Tirto.id menyebutkan bahwa Reuni Alumni 212 lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angkanya mencapai 1 juta orang. Tahun-tahun sebelumnya peserta yang datang hanya 400-500 ribu orang. Namun, satu hal yang mengherankan sekaligus menjadi sebuah pertanyaan, mengapa mereka yang memadati Monumen Nasional itu jumlahnya semakin meningkat?
Pertanyaan itu berangkat dari dan dengan melihat kondisi perpolitikan hari ini yang mulai adem ayem, yang saya maksud adalah kubu Jokowi dan Prabowo. Seperti kita ketahui bersama, Prabowo yang pada reuni 2018 hadir dengan kacamata hitam, peci, dan baju koko putih, berorasi dengan meggebu-gebu kini masuk dalam kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan.
Ajang reuni sekaligus menjadi ajang kampanye bagi pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno pada tahun 2018 tidak mampu mengantarkannya pada pintu kemenangan.
Baca juga: Polisi Anulir Status Tersangka Ketua PA 212 Slamet Ma’arif
Banyak pihak yang menyesali keputusan Prabowo. Mereka yang berdarah-darah mendukugnya harus kecewa. Seolah massa yang terkumpul dan melantunkan doa tulus atas kemenangannya di tahun 2018 tak diperhitungkan samasekali. Apalagi saat mengetahui bahwa pemimpin mereka, Abu Rizieq belum pulang dari Arab sementara Prabowo seolah sudah tutup mata dengan hal itu.
Namun sepertinya, kekecewaan itu bukan akhir dari segalanya. Reuni alumni 212 tetap digelar sambil menanti apa lagi yang akan mereka perjuangkan. Sebab, jika ingin berkumpul untuk berdoa atas keselamatan umat, ya berdoa di rumah masing-masing kan juga bisa saja.