Jakarta, Lontar.id – Sedang marak dibincangkan soal siapa yang sebaiknya mengisi bangku kepelatihan PSM Makassar dalam menyambut Liga 1 yang akan segera dimulai. Apa Robert Rene Alberts atau Darije Kalezic?
Pertanyaan itu mencuat seiring Darije dianggap membawa PSM bermain tidak begitu bagus hingga hari ini. Apalagi lini pertahanan, sungguh keropos dan gampang diobrak-abrik.
Keduanya punya plus minus masing-masing. Robert hanya dibebani untuk menjadi jawara Liga 1, sementara Darije dibebani menjadi jawara Liga 1, Piala Indonesia, AFC. Praktis, tugas Darije cukup berat.
Pola permainan yang diampu pada seluruh pemainnya terbilang baik. Di bawah asuhan Darije, serangan PSM jadi kreatif. Permainan mereka dari ke kaki sedap dipandang. Terakhir, bisa dilihat dalam beberapa kesempatan yang dibuat Pasukan Ramang saat mengalahkan Home United 3-2 baru saja di Stadion Pakansari.
Sementara Robert mampu menyamaratakan seluruh kekuatan di lini per lini. Setidaknya, pemain inti dan pemain pelapis setara tenaganya dalam membela Juku Eja. Permainan PSM di bawah asuhannya, lebih banyak didominasi bermain umpang lambung.
Secara teknis, Darije datang ke Indonesia dengan membawa pengalaman dari Eropa yang tidak bisa disamakan di Indonesia. Secara awam, kita bisa menilai kalau ia buta soal sepak bola di Indonesia, buta warna hitam putihnya.
Belum lagi soal bagaimana meracik strategi dari awal dengan memanfaatkan pemain pilihan Robert. Sadar atau tidak, terlalu dini untuk membebani Darije dengan tanggung jawab sebesar itu.
Tetapi jika dirasa-rasa, tidaklah masalah. Ia adalah seorang pelatih yang profesional. Ia menerima konsekuensi itu dengan kepala yang tegak. Dengan pemain yang dipilihkan sepeninggalnya, ia berusaha meracik dengan bumbunya sendiri.
Menyalahkan Darije sepertinya harus dipikir ulang. Ia tidak bisa dibandingkan dengan Robert. Istilah anak kekiniannya, tidak apple to apple.
Beberapa turunan mengapa Darije sebaiknya harus ditimbang ulang untuk diminta angkat kaki, pertama adalah ia sudah menunjukkan hasil yang cukup baik dan membuat tim jadi lebih berwarna dengan strateginya.
Kedua, ia membuktikan kalau ia bisa dengan cepat beradaptasi dengan sepak bola di Indonesia yang aturannya ngehek. Ia tidak mengeluh soal impitan pertandingan. Ia malah optimis, bisa meraih hasil bagus mesti, ya, begitulah…
Ketiga, ia memberi sinar cerah bagi anak muda. Sewaktu di Piala Presiden, ia mempercayakan pemain yang jarang dapat panggung, untuk unjuk gigi. Meski ia tahu, pendukung fanatik PSM akan merisaknya.
Salah, tidak optimis juara Piala Presiden? Salah. Benar, memasukkan pemain muda dan memberi panggung bagi mereka yang percaya dirinya bisa saja hilang? Benar.
Kebijakannya memang kontroversial dan akan menimbulkan perdebatan. Tetapi sekali lagi, untuk masa depan PSM, harus dipertimbangkan dulu segala aspek. Menang dan kalah itu penyebabnya bukan cuma satu, tapi alasan kompleks di baliknya.
Apalagi soal utak-atik formasi tentang siapa yang lebih bagus dimainkan atau tidak. Ada banyak kajian sebelum menentukan line up, yang kita-kita tidak pernah tahu apa yang dipikirkan pelatih. Kita cuma penikmat saja, bukan pelatih. Catat itu. Meski begitu, bukan berarti kita tidak bisa memberi masukan, bukan?
Begitu juga dengan Robert. Oke. Robert punya segudang pengalaman di Indonesia. Ia pandai keluar dari tekanan yang mengimpit. Jangan anggap remeh pencapaiannya juga dong, selama melatih PSM.
Lagipula, ia bikin lubang sejarah yang menarik dengan mendatangkan dua pemain dahsyat yakni Pluim dan Klok. Berterima kasihlah pada meneer kita, yang pamit meninggalkan PSM, karena sakit atau apapun alasan lainnya.
Apa kekurangannya? Ia membawa PSM sempat jadi klub semenjana dengan banyak seri dan kalah. Itu hal-hal yang dirindukan pendukung? Banyak yang tidak yakin, Robert tidak bangkit kalau tidak didemo oleh suporter.
Dalam wawancara Lontar dengan Ketua Komunitas VIP Selatan, Erwinsyah, ia mengaku kalau dirinya tidak bisa begitu saja menyalahkan pelatih yang sekarang.
“Kalau menurut saya, kasih perhatian ke Darije. Ia sudah cukup bagus sejauh ini.”
“Soal Robert, beliau juga tidak bagus-bagus amat. Buktinya, PSM pernah terseok-seok selama dilatih oleh beliau. Seharusnya kita bisa melihatnya secara adil.”
“Toh kemarin anak-anak demo, buat dia bangun kalau ada yang salah dari dia dalam mengelola PSM.”
Pada tengah malam, di bilangan Tebet, Ewink sapaannya malah sedang fokus untuk memberitahu manajemen dan pelatih soal lini belakang PSM yang kurang baik.
Abdul Rahman dan Munhar dirasanya kurang cocok untuk diduetkan. Begitu juga dengan Abdul Rahman dan Aaaron Evans. Butuh waktu untuk membuat mereka saling klop. Menurutnya, itu hal yang tidak mudah dikerjakan dalam hitungan hari.
Rahman disebutnya cukup kerepotan bertandem dengan dua orang tersebut. Soal kehebatan Evans di klub sebelumnya, Ewink malah mengkritiknya habis-habisan.
“Jago bagaimana? Barito saja urutan berapa. Mereka tidak bisa bersaing di papan atas.” Ia sumbang saran, sebaiknya Evans dievaluasi dan PSM harus segera mencari stopper tangguh tandem Rahman.
Kekuatan Evans tidak juga sejalan dengan Barito. Sesuai klasemen Liga 1 pada musim 2018, Barito bercokol pada posisi 9 klasemen akhir dengan mengemas 47 poin dari 34 pertandingan. Jumlah kemasukannya 55. Hebatkah pertahanannya?
Sama halnya dengan Ewink. Presiden Red Gank, Sul Dg Kulle malah mengakui kalau dirinya tak ingin terlalu cepat menghakimi bahwa permainan buruk adalah salah seorang atau dua orang.
Bahwa soal membandingkan pelatih itu menurutnya baik, namun lebih baik lagi, katanya, melihat masalah secara jernih. Ia sepakat, tak ingin merecoki tim dalam waktu-waktu sulit ini.
“Saya memilih melihat dulu sampai di ujung. Tidak tepat mengambil kesimpulan terlalu dini dengan melihat tekanan yang luar biasa di pundak tim PSM, apalagi pelatih.”
“Darije sudah bagus. Soal pertahanan memang buruk. Tetapi ada banyak hal yang harus dilihat untuk menyasar dan menyalahkan pemain.”
Dua suara di atas cukup mewakili suara keresahan. Lalu menurut kalian, apakah sebaiknya bertahan dengan Darije atau memanggil Robert kembali? Atau cukup pertahanan yang dievaluasi?