Lontar.id – Setelah lebih dari 60 orang tewas akibat campak, Samoa menutup semua layanan publik dan swasta yang tidak penting pada hari Kamis (5/12/2019), untuk memerangi epidemi campak.
Saat ini, virus campak sejauh ini telah menginfeksi lebih dari 4.200 orang dari 200.000 warga di negara Pasifik Selatan tersebut. Tim medis akan mengunjungi rumah ke rumah pada minggu ini, untuk memvaksinasi keluarga yang masih rentan terhadap penyakit yang sangat menular.
Penutupan semua layanan yang diberlakukan pemerintah, dijadwalkan untuk Kamis (5/12/3019) dan Jumat (6/12/2019), dirancang sebagai upaya vaksinasi dan memastikan orang-orang, yang beberapa di antaranya takut dengan vaksin, ada di rumah ketika tim medis berkunjung.
“Keluarga mendapatkan pesan yang saling bertentangan dan sulit bagi mereka untuk mengetahui apa hal terbaik untuk anak mereka,” kata Cate Heinrich, juru bicara Pasifik di agensi UN UNF, seperti dikutip Reuters.
“Ini merupakan masalah di Samoa tetapi juga secara global dengan anti-vaxxers menyampaikan pesan mereka,” katanya, merujuk pada kelompok yang mendukung penggunaan vaksin.
Kasus campak meningkat di seluruh dunia, bahkan di negara-negara kaya seperti Jerman dan Amerika Serikat, ketika orang tua menolak imunisasi karena alasan filosofis atau keagamaan, atau kekhawatiran. Alasan-alasan itu dibantah oleh dokter, bahwa vaksin tersebut dapat menyebabkan autisme atau kondisi medis lainnya.
Virus ini melanda Samoa bulan lalu setelah menghancurkan komunitas di Republik Demokratik Kongo, Madagaskar dan Ukraina.
MEDIA SOSIAL
Penampilan campak yang menghancurkan di Samoa telah memicu saran yang bertentangan di media sosial, terutama di Facebook, yang merupakan platform populer di Pasifik.
Jaringan yang berasal dari luar negeri termasuk di Amerika Utara telah terhubung dengan orang Samoa untuk mengirim vitamin ke Pasifik, menurut posting media sosial, disertai dengan klaim bahwa banyaknya kasus campak mungkin disebabkan oleh vaksin.
Dr Richard Kidd, ketua dewan praktik umum Asosiasi Medis Australia, mengatakan pernyataan seperti itu tidak masuk akal – dan berbahaya.
“Ada beberapa orang yang tidak pernah dapat divaksinasi karena mereka mungkin memiliki alergi atau mereka memiliki masalah kekebalan tubuh yang serius dan itulah sebabnya kita semua harus berbagi tanggung jawab untuk melindungi mereka yang tidak bisa,” kata Kidd.
Tingkat vaksinasi campak di Samoa hanya sekitar 31%. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jauh lebih sedikit dibandingkan negara tetangga di Pasifik seperti Fiji dan Tonga di mana penyakit itu lebih terkandung.
Kidd mengatakan negara-negara membutuhkan tingkat cakupan target 95% untuk mencapai “kekebalan kawanan”, sebuah istilah untuk menggambarkan kemampuan populasi untuk menghentikan penyebaran penyakit.
Hanya dalam waktu dua minggu, angka kematian resmi telah melonjak lebih dari sepuluh kali lipat menjadi 62 pada hari Kamis, kata pemerintah Samoa.
Rendahnya tingkat imunisasi itu diyakini diakibatkan oleh kekhawatiran warga, karena tahun lalu dua bayi meninggal setelah menerima suntikan vaksinasi, yang menyebabkan penangguhan sementara program imunisasi negara itu.
Tragedi itu mendorong kelompok-kelompok anti-vaksinasi memperingatkan imunisasi di Samoa, meskipun kematian kemudian diketahui disebabkan oleh obat-obatan yang dipersiapkan dengan keliru.