Lontar.id – Diam-diam, DPR sepakat mengambil langkah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Revisi UU KPK dinilai akan membatasi kewenangan lembaga anti rasuah dalam menangani kasus korupsi yang menjerat sejumlah pejabat negara.
Kewenangan KPK yang bakal dipersempit melalui revisi UU ini seperti menyadap, penyitaan dan penggeledahan, semakin dipersulit karena harus seizin dewan pengawas yang dipilih oleh presiden bersama DPR.
Penyelidik KPK hanya diperkenankan dari pihak kepolisian. Penyidik dari unsur independen ditiadkaan. Kewenangan penyadapan hanya dilakukan pada tahap penyidikan. Lalu kewenangan penuntutan KPK, harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Revisi itulah yang dinilai syarat dengan kepentingan kekuasaan agar menggembosi kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Belum lagi DPR yang terkesan mempercepat revisi UU KPK pada akhir masa periodenya, hal itu semakin tercium aroma kepentingan pelemahan KPK.
Komisioner KPK, Saut Sitomurang bereaksi keras karena adanya upaya melemahkan lembaga yang selama ini menangkap koruptor dengan UU 30 tahun 2003. Jika UU KPK direvisi, maka dirinya tak segan melawan sesuai dengan konstitusi.
Pada aksi yang digelar oleh ratusan pegawai KPK di Gedung Merah Putih, Saut Sitomurang menyampaikan agar semua pihak turut membantu memperkuat kedudukan KPK.
“Jangan pernah berhenti, jangan pernah takut. Lawan!” kata Saut Sitomurang menyampaikan pidato pada aksi pegawai KPK, Jumat (6/9/2019).
Saut mengutip piagam yang dikeluarkan Organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 2003, dalam salah satu poinya berbunyi, setiap negara harus mendirikan badan anti korupsi yang bebas dari kepentingan dari pihak mana pun.
Saut menyimpulkan, jika UU soal KPK direvisi, maka kepentingan kelompok tertentu akan sangat mudah menyusup di lembaga anti rasuah. Semisal, bocornya informasi penting dengan mudah, yang akan mengganggu kerja KPK.
Saut Situmorang menilai, penyadapan KPK sangat penting untuk menjerat pelaku korupsi, namun dalam draf revisi UU KPK, kewenangan penyadapan harus ada izin.
“Tidak boleh ada pengaruh-pengaruh yang tidak penting, apakah penyadapan itu penting? Penting. Tidak boleh dilarang, apakah 9 rekomendasi itu penting? Tidak penting, karena tidak berkaitan dengan pencegahan korupsi,” terangnya
Sementara Pegawai KPK, Henny Mustika Sari menyayangkan adanya revisi UU KPK, sebab membuat tugas dan kewenangan KPK semakin tersudutkan. UU KPK Nomor 30 tahun 2003 sejatinya untuk menjaga muruah lembaga anti rasuah untuk bekerja sesuai dengan koridornya dan tetap menjaga independensi
Dalam catatan Henny Mustika Sari, pelemahan KPK bukan saja baru sekali ini dilakukan, namun sudah berkali-kali. Untuk itu, ia menyampaikan pada Presiden Jokowi agar menolak dilakukan revisi termasuk mencoret sejumlah nama dari 10 calon pimpinan KPK yang terindikasi bermasalah pada integritas.
Sejauh ini, nama yang diusulkan oleh panitia seleksi KPK ke Jokowi itu telah berada di meja DPR untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu fit and proper test. DPR akan memilih 5 nama yang akan menjadi komisioner KPK periode 2019-2023.
Editor: Almaliki