Lontar.id – Setidaknya 19 orang, termasuk demonstran dan tiga polisi tewas akibat serangan sekelompok orang bersenjata di Baghdad, di dekat kamp protes utama ibukota Irak pada hari Jumat (6/12/2019).
Dilansir Aljazeera, Sabtu (7/12/2019), polisi dan petugas medis, mengatakan selain para korban tewas, lebih dari 70 lainnya juga terluka oleh tembakan dan penikaman di dekat Lapangan Tahrir, kamp protes utama di ibukota Irak.
Itu adalah serangan paling ganas di Ibukota Irak selama berminggu-minggu dan terjadi seminggu setelah menteri Irak, Adel Abdul Mahdi, mengatakan ia akan mengundurkan diri menyusul protes anti pemerintah yang sudah berlangsung dua bulan.
Sejumlah pria bersenjata yang datang dengan truk pick-up Jumat malam, menyerang sebuah gedung besar di dekat jembatan al-Sinak tempat para demonstran anti-pemerintah berkemah selama berminggu-minggu, kata saksi mata kepada kantor berita AFP.
Para penyerang memaksa para pengunjuk rasa keluar dari gedung dan tembakan langsung bisa terdengar setelah keributan.
Televisi pemerintah mengatakan gedung itu dibakar “oleh orang tak dikenal”.
Petugas medis, yang sebelumnya memberi keterangan bahwa tiga orang tewas, mengatakan lusinan demonstran lainnya terluka dan memperkirakan jumlah korban sebanyak tujuh orang bisa bertambah.
Seorang petugas medis wanita di sebuah klinik lapangan di dekat lokasi, mengatakan dia telah merawat setidaknya lima orang untuk luka tusukan ringan.
Serangan itu terjadi satu hari setelah serangkaian insiden penikaman yang menewaskan sedikitnya 13 orang terluka di Lapangan Tahrir Baghdad, pusat dari gerakan unjuk rasa selama berminggu-minggu.
Simona Foltyn dari Al Jazeera, melaporkan dari Baghdad, mengatakan kekerasan yang dilaporkan itu menandai “eskalasi yang sangat tidak biasa”.
“Apa yang kami lihat sejauh ini adalah korban yang terjadi karena konfrontasi langsung antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan di dekat garis depan.”
Lebih dari 400 pengunjuk rasa telah tewas dan hampir 20.000 terluka sejak demonstrasi anti-pemerintah meletus pada 1 Oktober.
Aksi turun ke jalan telah mengguncang Irak sejak awal Oktober. Para demonstran menyerukan pengunduran diri pemerintah, pembubaran parlemen dan perbaikan sistem politik negara itu, yang telah berlangsung sejak invasi 2003 yang dipimpin AS ke Irak.
Pada hari Jumat, pemimpin tinggi Syiah Irak, Ali al-Sistani menyuarakan dukungan untuk protes, menyebut mereka merupakan alat penekan untuk mempengaruhi reformasi sejati di negara itu.
“Yang paling penting adalah bahwa mereka [protes] tidak boleh diseret ke dalam aksi kekerasan, kekacauan, dan sabotase,” menurut sebuah khotbah masjid yang dibacakan atas namanya di kota Karbala, Afghanistan selatan.
Pemerintah Irak telah berulang kali menuduh “penjahat” mengambil keuntungan dari protes damai untuk menyerang demonstran dan pasukan keamanan, dan merusak properti publik dan pribadi.
Pada hari Minggu, parlemen menerima pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi, yang tunduk pada permintaan utama pengunjuk rasa.