Jakarta, Lontar.id – Jika semua orang protes pada pemerintah dan golput secara beramai-ramai, maka kemungkinan besar oligarki akan tumbang. Tetapi.
Tetapi masyarakat saat ini, adalah masyarakat yang melanggengkan kebijakan yang mengancam, menghilangkan masa kecilnya, dan membunuh alam raya di hadapan wajahnya.
Imajinasiku yang seperti ini memang merepotkan. Semuanya didasari setelah menonton Sexy Killers. Menyedihkan sekali melihat orang-orang menangis karena kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat kecil.
Aku bahkan tidak harus omong apalagi, setelah disayat oleh tangisan-tangisan seorang ibu yang harus melepas anaknya ke liang lahat, usai tenggelam di kubangan tambang. Menyalahkan pemerintah?
Baiklah, kita seharusnya lebih berhati-hati untuk tidak sembarangan melangkah apalagi berenang di kubangan yang menyerupai kolam. Airnya beracun. Lagipula, kubangan yang belum diuruk bekas tambang itu, pasti dalam.
Pertama-tama, kita harus menyalahkan diri sendiri. Begitu bunyi kalimat bagi kami yang sebaiknya disuruh tabayyun dan merasa bersalah atas kebijakan pemerintah yang entah sampai kapan berakhirnya.
Cukup? Baiklah, sekarang kita bisa menyemburkan satu demi satu kekurangan pemerintah yang mungkin saja akan capek didengarnya. Mengapa harus ada tambang dan yang dikorbankan adalah alam dan warga sekitar?
Jawabannya tentu saja bisa sangat beragam. Pengusaha menang, dan rakyat akan selalu kalah. Sampai di situkah? Belum. Jawabannya bisa mengarah ke masyarakat lagi seperti: lahan masyarakat kan sudah saya beli mahal.
Lalu pertanyaan kedua yang bisa kami lontarkan adalah, mengapa lubang galian tambang yang digali pengusaha atas kongsinya dengan pemerintah belum juga ditutup? Apa kesulitannya? Dari awal sekiranya ada niat untuk ke sana.
Tetapi pemerintah dan pengusaha selalu punya dalih. Mereka selalu berkelit dengan jawaban yang bisa diterima, bisa juga tidak. Tetapi, bagi saya sendiri, tidak bisa saya terima.
Apa alasannya? Kurang apa uang mereka untuk menguruk atau mereklamasi lubang tambang yang mereka buat? Haruskah nyawa seorang anak kecil melayang melulu untuk membuatnya merasa kalau kebijaknnya salah.
Dalam Sexy Killers, alasan yang mereka buat adalah, lubang itu bisa jadi tempat wisata, jadi kolam ikan, dan lubang itu sudah dikeliling seng agar masyarakat awam tidak mendekat pada lubang.
Jika diberi kesempatan, kuingin berteriak di hadapannya bahwa setelah berbuat apa-apa, seharusnya bertanggung jawab dengan konsekuensinya. Kembalikan lagi seperti semula apa yang sudah kalian ambil, meski itu cuma tanah. Cuma.
Apakah di tempat jauh saja Sexy Killers itu ada? Tidak. Demi keindahan dan kerlap-kerlip lampu kota, diriku pernah menjadi korban kebijakan penghancuran alam.
Di pinggiran Kota Makassar, di Kampung Baru, sebuah kompleks terbangun megah. Cukup seksi di mata masyarakat Makassar. Sebab kompleks itulah, rumahku jadi sering kebanjiran, bahkan setiap tahun.
Berkongsi dengan pemerintah, mereka bikin parit besar di depan rumah. Pinggiran galian itu bahkan lebih tinggi dari beberapa bidang sawah yang terhampar di depan rumah.
Guna parit itu untuk membawa limbah air dari kompleks mewah di sekeliling rumahku, mengalir ke sungai yang tak jauh pula dari tempatku tinggal pula.
Entah mengapa curah hujan yang tiap tahun meninggi, membuat rumahku gampang tenggelam melewati kepala orang dewasa. Kompleks mewah itu sudah telanjur tinggi. Mereka selamat, sebab air hujan mengalir ke parit besar yang mereka dan pemerintah buat.
Kami sekeluarga menjadi orang yang benar-benar kalah. Bukannya tidak pernah memberontak, tetapi ibu melarangku untuk tidak bawel pada pemerintah dan kongsinya. Tidak slaah, sebab ibuku mengutamakan keselamatan anaknya dan keluarganya.
Aku juga seringkali berkata dan mengarah curhat pada orang-orang lingkaran pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang cukup bikin pening itu. Aku tahu belaka kalau persoalan itu kompleks, sebab masyarakat sekitar rumahku juga kepalang menyerah dengan keadaan.
Di sebuah tempat-tempat yang biasa aku dan kawanku duduk, kadang kuceritakan soal masalahku. “Kenapa pemerintah tidak mau melihat penderitaan kami ini, sedikit saja?”
“Tiap tahun, rumahku dihantam banjir bandang. Setiap tahun pula, pemerintah mengirim bantuan pangan dan kapal karet. Tetapi hanya sampai di situ. Mereka seakan tidak mau berhenti untuk mengekplorasi kota yang dampaknya sudah mereka ketahui.”
Yang ada, mereka cuma bungkam. Bahkan yang terparah, kawan-kawanku itu menyuruhku untuk berhenti protes. Aku paham benar, sebab pemerintah itu adalah bosnya, tempat mereka cari makan dan mengais rezeki.
“Kita harus berdamai.”
Lagi-lagi aku terdiam mendengarnya. Aku sering tertawa menyeringai sewaktu senggang dan dalam keadaan yang sepi, jika mengingat-ingat masalah itu. Pelemahan ini sistematis dan sungguh kompleks.
Lalu Sexy Killers-lah yang akhirnya membuatku untuk kembali marah dan muak dengan keadaan yang disebabkan kongsi jahat itu. Jika aku jadi Presiden Jokowi, maka kalimat yang dilontarkannya, yakni saya akan lawan, mungkin tepat.
Sayangnya, kalimat ibu lebih kuat dari sekadar emosiku dan angan-anganku menjadi presiden. “Berhentilah untuk protes, Nak. Biarlah begini.”
Tugasku barangkali cuma untuk mengingatkan lagi dan lagi, kalau di setiap kota, badannya tidak pernah baik-baik saja. Juga mengingatkan pemerintah soal kebijakannya. Begitu juga di desa.
Mungkin saja ada pesan-pesan tetua yang harus kembali didengar. Harus kembali diresapi. Sebab, sebelum kota berkembang, ada yang lebih tua dari kota itu. Sebaiknya kita harus mencari risalah-risalahnya.
Jika tidak didapati, tampaknya kita semua harus rajin menonton Sexy Killers untuk memanaskan kembali emosi dan sadar apa dampak pembangunan yang berlebihan dan melabrak aturan.
Namun, sayang. Video perempuan yang nangis-nangis perihal diputuskan pacarnya, lebih banyak yang tonton, daripada kisah kemalangan masyarakat ibu kota, begitu juga yang jauh dari Jakarta.
Mungkin saja itu hal itu yang bikin kita bungkam, redup, tidak menyala sama sekali, dan pura-pura abai pada keadaan, lalu berteriak untuk jangan golput dan berhenti mengkritisi kebijakan pemerintah yang kurang baik pada alam dan masa depan manusia.
Jika banyak Sexy Killers dari youtuber yang lain, kuyakini, oligarki pasti akan takut pada masyarakat yang diperintahnya. Keributan akan sering muncul. Sayang sekali, sebab Sexy Killers cuma satu, dan kita lebih memilih menonton video perempuan patah hati dan tenggelam dalam slogan-slogan kosong.