Lontar.id – Anggota Komisi III DPar RI, Hinca Pandjaitan, menyebut bahwa skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), melibatkan puluhan perusahaan. Setidaknya ditemukan lebih dari 40 perusahaan yang berlokasi dalam satu rumah.
Sekjen Partai Demokrat ini menjelaskan, “para pemain” merupakan perusahaan besar lalu memecah jadi anak perusahaan kecil untuk mendapat proyek di Jiwasraya. Perusahaan inilah menurut dia yang mengobok-obok duit negara di Jiwasraya.
Hanya saja, Hinca Pandjaitan tak menyebutkan perusahaan mana saja yang terlibat. Alasannya, proses di Komisi III belum selesai dan beberapa rapat masih dilakukan secara tertutup.
“Tunggu saja, bahkan ada ditemukan di situ, istilahnya satu rumah digeledah. Di dalam itu ada lebih dari 40 perusahaan. Dia (perusahaan) yang di main-mainkan. Memang ini penjahat besar ini,” kata Hinca Pandjaitan di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (29/01/2020).
Panja skandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (persero) di komisi III kata Hinca Pandjaitan bekerja keras membongkar kasus tersebut. Alasannya, Komisi III bermitra langsung dengan Kejaksaan Agung yang menangani kasus Jiwasraya.
Meski di Komisi VI dan Komisi XI membentuk Panja Jiwasraya, tapi bicara substansi dan menyentuh permasalahan hukum ada di Komisi III. Karena Komisi III bisa memanggil paksa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), guna menelusuri proses transaksi keuangan.
Melalui proses penelusuran transaksi di PPATK, maka para pemain di Jiwasraya bisa ditemukan, siapa pelakunya, kemana aliran dananya dan kapan proses transaksi dilakukan.
Kata dia, semua bisa ditelusuri melalui PPATK, hanya saja dalam beberapa di Komisi III kerap tertutup dikarenakan agar kasus ini bisa diselesaikan dan pelakunya tidak sembunyi atau melarikan diri.
“Saya kira ini akan lebih cepat dari yang kalian duga pembongkaran ini. Dari situ kami paksa dalam jadwal itu kami paksa panggil PPATK,” imbuhnya.
“Kenapa PPATK? Karena semuanya pakai transaksi. Jadi kalau istilah Kejaksaan Agung menyebut lebih dari 55 ribu transaksi, 1 transaksi itu bisa 3 sampai 10 lembar, berapa lembar kertas yang harus mereka periksa,” tambah Hinca.
Lebih lanjut dikatakan Hinca Pandjaitan, lembaga penegakan hukum negara seperti kepolisian, KPK, BNN, PPATK merupakan mitra dari Komisi III. Alat negara tersebut sudah tersedia semua, tinggal jadi pertanyaan, apakah alat negara itu digunakan atau tidak.
Makanya, Komisi III DPR RI memastikan lembaga negara tersebut bisa bekerja sama menangkap para pelaku, tentunya DPR sebagai lembaga yang mengawasi kinerja mereka.
“Penegakan hukum ada di Komisi III, jaksanya kita, PPATKnya kita, kepolisian kita, KPK, BNN, semua di kita bagian penegakan hukum itu. Jadi apa yang kurang? Alat sudah punya, semua sudah punya tinggal kau gunakan apa tidak. Undang-undang sudah siap, semua sudah oke tapi tidak mau memakai, siapa yang salah,” terangnya.
*Demokrat, Panja atau Pansus Jiwasraya
Sebelum pembentukan Panja di komisi, memang terjadi perdebatan antara membentuk panja atau pansus. PKS dan Demokrat awalnya mengusulkan Pansus, namun partai koalisi pemerintah mendorong panja.
Hinca Pandjaitan membeberkan alasan Demokrat mendorong pansus, kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero) kata dia merupakan para pemain besar. Maka diperlukan cara yang lebih komprehensif untuk tangani kasus tersebut.
Pansus didorong agar bisa melibatkan semua, misalnya alat kelengkapan dewan maupun kelengkapan masing-masing komisi. Semua ikut terlibat membongkar kasus Jiwasraya, supaya jelas arahnya.
Pembentukan Pansus kata dia, sebagai bentuk keseriusan menangani persoalan kasus Jiwasraya merupakan kasus besar. Tentu untuk menjaring para pemain diperlukan pansus yang disebutnya sebagai pukat harimau.
“Saya mengatakan Panja belum cukup untuk membongkar kasus yang besar ini, pansus diperlukan supaya besar penanganannya,” terangnya.
“Kalau mau memancing, pancing kecil atau pancing besar lempar saja. Karena undang-undang telah menyediakan sarana itu, tinggal kau pakai atau tidak,” tutupnya.