Lontar.id – Setelah negosiasi panjang, alumni penerima manfaat (PM) Balai Wyata Guna yang sebelumnya melakukan aksi demo sudah dapat menerima opsi solusi Kementerian Sosial sebagai pengelola balai. Solusi tersebut dengan memberikan kesempatan dan fasilitas di Wyata Guna hingga usai masa kuliah. Kesepakatan tersebut mengakhiri polemik yang menyita atensi publik. Juga membahagiakan bagi alumni penerima manfaat.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Edi Suharto, menyambut baik kesepakatan yang telah tercapai. Ia berharap solusi tersebut juga mengakhiri polemik yang berkepanjangan. Masalah hanya bisa diselesaikan jika semua pihak mau duduk bersama, dengan kepala dingin. Karena dalam situasi gaduh dan sikap emosional, rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Di kesempatan yang sama, Edi juga meluruskan berbagai tuduhan yang tidak benar terkait Permensos No 18 Tahun 2018 yang diisukan bakal melikuidasi ratusan panti di Indonesia dan menyebabkan ribuan disabilitas netra dirumahkan. Menurut dia, kecurigaan itu tidak benar dan tak punya dasar.
“Tidak ada yang dilikuidasi dengan peraturan itu. Permensos hanya mengubah konsep Panti menjadi Balai sesuai amanat UU 23/24. Itupun hanya milik Kemensos. Untuk netra kita hanya punya empat Balai se-Indonesia. Ribuan Panti yang bukan milik Kemensos tidak akan disentuh, apalagi dilikuidasi. Kami tegaskan lagi, Panti-panti milik Pemda, milik masyarakat tidak akan disentuh, apalagi dilikuidasi,” kata Edi dalam keterangan pers yang diterima, Minggu (19/01/2020).
Harusnya, sambung Edi, para penerima manfaat menyambut baik permensos tersebut. Karena justru mendukung dan sangat sesuai dengan amanat UU 23/2014 tentang Pemda. UU tersebut membagi kewenangan pusat dan daerah.
Daerah melaksanakan rehabilitasi sosial dasar melalui panti. Sementara pemerintah pusat melaksanakan rehabsos lanjut melalui balai.
“Hal ini sangat sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, berikut PP turunannya tentang Penyelenggaraan Kesos untuk Penyandang Disabilitas” Edi menerangkan.
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Margowiyono menambahkan, perubahan balai sejatinya hanya menambah fungsi panti. Layanan sosial tetap ada. “Layanan rehabilitasi sosialnya bahkan ditingkatkan. Ditopup. Sehingga jadi lebih advanced dan berstandar internasional. Ibarat Rumah Sakit, balai adalah Rumah Sakit Pusat, dimana kualitas peralatan, SDM, dan model layanannya lebih canggih,” jelasnya.
Di dalam balai yang terpadu tersebut, terdapat fasilitas-fasilitas untuk mengoptimalisasi peran balai. Seperti ruang terapi, konseling, peralatan terbaik, dan pelatihan keterampilan yang ditingkatkan.
Sementara isu mengenai status kepemilikan lahan Balai Wyata Guna yang dipersoalkan, ditepis oleh Sekretaris Ditjen Rehsos, Idit Supriadi Priatna. Menurutnya, sertifikat dan Surat Plt. Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung tentang Permohonan Pengecekan Buku Tanah tanggal 16 Oktober 2019 telah terang menyatakan bahwa Kementerian Sosial RI pemilik sertifikat tanah yang ada di Jl. Pajajaran No, 52 Pasirkaliki, Bandung itu.
“Jadi secara hukum, Kemensos adalah pemilik lahan yang sah. Sementara fasilitas pendidikan yang ada di dalam Balai hanya dipinjamkan secara gratis. Sebab urusan pendidikan seperti SLB kewenangannya di Kemendikbud dan Dinas Pendidikan daerah. Namun kami, mempersilahkan SLB tetap ada dan beroperasi di atas lahan Wyata Guna”, imbuh Idit.
Hal ini, menurutnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tanggal 13 Maret 1962, menyatakan bahwa Gedung-gedung dan halaman sekolah dipinjamkan oleh Departemen Kesejahteraan Sosial dengan tidak dipungut biaya. Serta sesuai dengan Perjanjian Pinjam Pakai BMN Kementerian Sosial RI dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Pinjam Pakai BMN yang terletak di Wyata Guna Bandung Nomor 04 Tahun 2019 tanggal 18 Januari 2019.
Terkait solusi kembali memberi fasilitas kepada alumni penerima manfaat, Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono menyatakan hal tersebut sebagai dispenisasi baru. Pasalnya, bila mengikuti ketentuan, alumni penerima manfaat tersebut mestinya mengikuti jejak penerima manfaat lain yang telah selesai masa retensinya.
“Bahkan ada 37 orang yang sudah berada di panti antara 7 sampai 17 tahun. Tapi mereka ingin tetap terus menerima pelayanan sosial gratis. Seperti asrama, makanan dan lainnya. Perlu dipahami, masih banyak saudara-saudara penerima manfaat lain yang antre, dan akan masuk serta mendapat pembinaan di Balai. Karena itu, kita optimalkan betul proses pembinaan selama di balai. Agar saudara-saudara penerima manfaat dapat berdaya dan berkiprah di masyarakat” terang Sudarsono.