PSM Makassar sudah tersingkir dari Piala Presiden. Baik saat diasuh Darije dan Robert, keduanya mencatatkan rekor buruk. Mau sampai kapan?
Jakarta, Lontar.id – Seorang suporter dari Makassar jauh-jauh ke Magelang hanya untuk menonton PSM berlaga di Piala Presiden. Ia memang mencintai klub yang lahir pada tahun 1915 itu. Ia sering berkeliling untuk ikut tur menonton tim kesayangannya.
Ia datang ke Jakarta bersama seorang temannya, sebab ingin menonton PSM bertarung melawan Lao Toyota. Namanya kurahasiakan. Kami bercerita banyak soal penampilan PSM Makassar sejauh ini, di bawah asuhan Darije Kalezic.
Dari Makassar ia membawa uang yang tidak banyak. Meski pas-pasan, jumlahnya terdengar banyak bagi orang-orang yang jarang ikut tur. Apalagi ongkos pesawat yang kini terbilang mahal. Perjalanan ia mulai dari Makassar lalu ke Jogja.
“Saya dari Jogja kemarin, lihat PSM main lawan Persipura. Jujur, PSM tampil mengecewakan. Ia tidak pantas untuk kalah.”
Aku menjemputnya di satu stasiun tua di Jakarta Timur. Bersama temannya, ia tiba subuh hari. Perjalanan dari Jogja ke Jakarta menghabiskan waktu 8 jam. Mereka berangkat pukul 18.00 dan sampai pukul 03.00 WIB.
Aku mengantarnya pada sebuah penginapan sederhana di tengah-tengah Jakarta Selatan. Ia disuguhi kopi dan nasi bebek, sebelum bercerita panjang lebar denganku. Mereka disambut dengan ramah oleh suporter PSM regional Jakarta: Gue PSM.
“Kenapa PSM tidak mau main serius, ya?”
Pertanyaannya terlontar setelah melihat klub andalannya itu meraih hasil minor. Beda dengan klub-klub yang lain, yang akan menjadi seterunya di Liga 1 mendatang. Ia heran.
Keheranannya bertambah saat Persija main terlalu apik, tanpa ingin pilih-pilih pertandingan. Ia menaksir, kalau Persija lagi-lagi ingin menorehkan nilai yang sama pada musim lalu yaitu merengkuh gelar juara Piala Presiden 2019.
“Lihat saja Persija. Melawan Madura United ia turun dengan skuat yang bisa dibilang terbaik. Ia melakukan perlawanan sengit melawan anak-anak Madura. Pertandingannya nikmat betul ditonton.”
Sebelumnya, memang ia nonton pertandingan Persija vs Shan United. Ia merasa, kalau Persija memang tampil superior baik di Piala Presiden dan AFC. Persija tampil tidak mengecewakan seperti klub yang dicintainya.
PSM punya alasan itu untuk itu. Ia berkali-kali memaklumi jika Pasukan Ramang fokus untuk menjaga kebugaran pemainnya agar mampu baku hantam dengan klub-klub Asia. Lagipula, AFC juga lebih bergengsi.
Hal itu merujuk dengan beberapa komentar Darije yang menunjukkan kalau PSM tak menjadikan Piala Presiden sebagai prioritas. Ia memang menjadikan turnamen itu sebagai termpat untuk menguji permainan skuat mudanya.
Beberapa waktu lalu, ia juga mengeluhkan kalau suporter seperti dirinya ingin sekali melihat PSM bermain serius dan mengejar kemenangan di setiap laga. Minimal menghibur. Masalahnya, hal itu yang ia lihat lagi sekarang.
Tiga pertandingan di Piala Presiden 2019, PSM sama sekali tak mencetak sebiji gol pun. Ia tak habis pikir, mengapa klubnya bisa berbeda jalan dengan Persija. Permainan PSM sangat lain dari atraktifnya mereka di Liga 1 2018 lalu.
“Kita juga jadi berpikir mengapa PSM main seperti begitu. Padahal teman-teman dan saya pribadi datang jauh-jauh, pakai tenaga, juga menabung uang untuk pergi mendukung tim kebanggaan. Tapi yang dilihat, PSM main seakan tidak mau memenangkan pertandingan.”
“Tapi tidak jadi masalah. Kalau kecintaan saya atau teman-teman diukur dengan kemenangan, nanti dipikir kami cuma cinta kemenangan. Padahal kami juga rindu PSM juara.”
Hal ini tebersit setelah para suporter PSM saling adu argumen soal tuntut-menuntut kemenangan. Ada yang bilang, kalau tak apa PSM kalah, sebab turnamen Piala Presiden memang bukan prioritas mereka.
Ada pula yang bilang, kalau PSM sudah berusaha sekuat tenaga untuk memenangi pertandingan di setiap laga dalam helatan Piala Presiden, namun memainkan pemain muda jauh lebih penting.
Buktinya, banyak yang suka dengan permainan PSM yang memukau sewaktu tanding melawan Persipura, yang berakhir kalah. Banyak yang bersyukur saat pertandingan itu.
Minimal, pemain muda PSM sudah diberi waktu bermain dan bisa jadi pilihan nantinya. Sebuah perkembangan yang menarik. “Biar main bagus, kalau kalah dan tersingkir, untuk apa?”
Begitulah dunianya. Sekarang ia menatap ke depan dan terus memantau PSM. Apakah Pasukan Ramang akan sanggup mengarungi kerasnya Liga 1, dengan wajah baru yaitu banyak klub mentereng dan mau menghaburkan uang demi membeli pemain berkelas lainnya.
Saat ditanya, apakah ia optimis soal PSM akan juara musim ini, ia katakan tidak. “Saya katakan tidak. Kalau permainan masih begitu-begitu saja. Tidak konsisten. Lihat saja, beberapa pertandingan, PSM seperti kehilangan pola.”
Ia mengkritik gaya permainan lini depan dan belakang. “Lini di Piala Presiden seperti tumpul. Kalau di AFC, baru mengganas. Itupun klub di AFC bisa dibilang jauh di bawah kelas kita. Dari Laos. Sepak bola Indonesia bahkan lebih jauh dari mereka.”
Lini belakang menurutnya sangat mudah untuk ditembus. Hal yang paling bisa dianalisis untuk sementara dan dijadikan contoh adalah, di Piala Presiden PSM tersingkir, di AFC juga PSM kebobolan tiga gol dalam pertandingan terakhir melawan Lao.
“Lalu apa yang mau dibanggakan ketika nanti di Liga 1, klub-klub lain berbenah dan menambah kekuatan daya gedornya, sementara PSM masih begitu-begitu saja? Lihat saja Persija. Tidak usah jauh-jauh dulu ke semua klub.”
Sebelum mengakhiri diskusi, ia bilang padaku kalau seorang manajemen sempat ditegur seorang suporter bahwa ia merasa ogah-ogahan menonton PSM jika PSM main tidak serius.
“Ngapain datang jauh-jauh nonton, kalau PSM main tidak serius?” katanya saat menceritakan pengalamannya melihat manajemen PSM ditegur suporter.
“Tidak ada jaminan PSM juara AFC, Liga 1, Piala Indonesia, lebih-lebih Piala Presiden. Bahkan Robert sekalipun, yang memiliki mental juara, tak mampu membawa PSM juara musim lalu. Andai waktu bisa diulang, baiknya PSM diberitahu untuk memanfaatkan setiap pertandingan yang ada.”
Lagipula, musim lalu para suporter sudah sangat puas dengan kinerja PSM. Totalitas mereka terbayar tuntas, meski PSM tidak juara. PSM dianggap sudah berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan, namun rezeki belum berada di tangan anak-anak Makassar.
Ada harapan cerah pada Robert. Meski ia tidak bisa menjuarai Piala Presiden, ia bisa tampil trengginas di Liga 1. Bahkan karena tenaga dan racikannya, skuat PSM saat ini masuk daftar klub yang diperhitungkan di Asia.
Kini, Darije akan diuji, seberapa besar pengaruhnya membawa Ayam Jantan dari Timur berkokok lebih keras di palagan sepak bola Indonesia.
Apakah ia akan melebihi catatan impresif yang sudah ditoreh Robert, atau terbenam sendiri dengan pola serta niatnya yang berujung bisa dibandingkan dengan mantan pelatih PSM yang dulu?
Apakah suporter juga akan lebih besar totalitas perjuangannya dibanding PSM yang bermain di bawah asuhan Darije Kalezic? Baik, kita nantikan saja.