Jakarta, Lontar.id – Tagar #TikerPesawatTidakMahal kuanggap hanya lucu-lucuan saja sejauh ini. Setelah Menteri Perhubungan Budi Karya didesak untuk mundur, narasi itu keluar.
Saya ingin mempertanyakan, bagaimana bisa tiket pesawat tidak mahal? Siapa yang ingin didengar? Masyarakat bawah kah, atau buzzer-buzzer yang melempar narasi itu?
Naik dua kali lipat dari Rp700 ribuan sampai nyaris Rp2 jutaan bahkan lebih, membuat saya berpikir, ini harga tiket makin ngaco deh. Belum lagi soal harga bagasi yang dibebankan Lion Air dan kawan-kawannya.
Lalu dari mana mereka itu bilang harga tiket pesawat tidak mahal? Menganalisis masalah ini memang tidak boleh serampangan, sebab muatan politisnya besar sekali.
Katanya, pesawat sudah banting harga. Lalu kalau sudah banting harga, harus naikin harga lagi yang gila-gilaan begitu? Memang selama bertahun-tahun mereka rugi?
Di pesawat, perusahaan bisa menentukan tarif yang berbeda-beda sesuai kelasnya. Harga kelas ekonomi pasti beda dengan kelas bisnis. Di situ ada untung yang bisa didapatkan.
Lagian, pesawat butut seperti Lion Air yang kebijakannya banyak dikritisi orang itu, memang cocok untuk menaikkan harga? Sudah sering delay dan lain-lain, tapi harga macam nyaingin pesawat berkualitas.
Sudah dari dulu tiket itu normal-normal saja, jika memang ada kenaikan harga, paling tidak seberapa. Cuma menambah seratus atau dua ratus ribu saja, barangkali. Sekarang?
Kata teman saya, yang juga menjadi perantau dan bekerja di Jakarta, tiket tahun lalu jelang lebaran mencapai Rp800 ribu lebih. Itu sejalan dengan pemasukannya dan tidak dikeluhkannya.
“Maklum kan, harga dinaikkan sebab permintaan naik.”
“Sekarang ini harga tiket sudah tidak masuk akal. Kelewatan naiknya.”
Atau jika saya dibilang berbohong dan dicemooh karena kasih data yang tidak jelas, coba tanya sendiri teman Anda yang perantau soal bagaimana harga tiket sekarang. Dari provinsi lain ke provinsi lain.
Saya curiga yang melambungkan tagar itu bukanlah seorang yang tinggal jauh dari orangtuanya. Atau cuma menetap di ibu kota satu provinsi dan kampungnya berada di kabupaten dalam provinsi yang sama.
Gimana caranya dia paham merantau naik kapal terbang jika begitu? Saya kira tak perlu juga orang merasakan menjadi perantau dulu untuk memastikan harga tiket pesawat mahal atau tidak.
Cukup duduk melihat statistik saja dari tahun ke tahun di media, lalu membandingkannya sekarang. Yang manakah yang lebih mahal? Saya yakin, mereka bilang hari ini pasti lebih mahal.
Begitu cara berpikir sederhananya. Lalu dari mana bisa dibilang tiket pesawat tidak mahal? Jika toh mereka perhatian dengan perusahaan penerbangan, kami juga bisa lebih perhatian.
Misal seperti kami mengkritik kebijakan nyeleneh salah stau maskapai, lalu perbaikannya untuk siapa? Memang kami ini mau nyari duit dari kritikan itu? Jika memang ada, apakah semua orang mau memanfaatkannya?
Kan tidak. Kami kritik karena perhatian dengan maskapai. Soal harga yang makin hari makin melambung, dipikirkan juga. Tidak ada masyarakat yang ingin membuat bangkrut perusahaan pesawat terbang Indonesia.
Kami semua paham, kalau pegawai perusahaan penerbangan butuh makan. Kami maklum, jika tiket pesawat naik. Kami berang jika naiknya menghantam batas atas.
Saya membayangkan kalau sekarung beras seharga Rp350 ribu, tiba-tiba langsung naik menjadi Rp800 ribu bahkan lebih. Jika begitu, ingin bilang beras tidak mahal?
Apalagi sekarang, pemerintah batal memfinalkan penurunan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat hari ini. Padahal sejak jauh-jauh hari, pemerintah telah mengagendakan rapatnya.
Dikutip dari Detik Finance, Sekertaris Menko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso memberi alasan karena peserta inti rapat koordinasi (rakor) mengenai tiket angkutan udara berhalangan hadir.
“Rapat Koordinasi Terbatas (rakortas) terkait tarif tiket angkutan udara, sedianya pagi ini jam 09.00. Namun karena Bu Menteri BUMN (Rini Soemarno) dan Pak Menhub (Budi Karya) mendampingi Bapak Presiden pada acara peresmian Jalan Tol Pandaan-Malang hari ini jam 10.00 di Malang, maka Rakortas ditunda,” kata Susi, Senin (13/5/2019).
Nantinya, hal itu akan dijadwali ulang lagi. “Kami akan jadwalkan ulang rakortas ini segera, karena sudah sangat mendesak,” ujar dia.
Menteri dan pihak terkait saja mencari jalan keluar untuk menekan tarif atas. Otomatis, dia lebih paham soal ekonomi dan win-win solution perusahaan penerbangan. Jalan keluarnya adalah rapat dan berusaha menurunkan.
Lah, kalian yang bilang tiket tidak mahal apa kabar? Mau menutupi isu besar dengan kalimat provokatif seperti itu? Jika memang iya, di belakang kalian siapa?
Jadi sudahilah bikin narasi receh macam begitu. Mari kita semua sama-sama berpikir untuk mencari jalan keluar dari permasalahan. Bukan bikin suara tandingan yang terkesan politis dan menguntungkan satu pihak.