Lontar.id – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengagendakan pelaksanaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) pada 14-15 Desember 2019 mendatang. Pada ajang Mukernas tersebut, PPP akan memutuskan salah satu poin tentang penetapan jadwal penyelenggaraan Muktamar untuk pemilihan Ketua Umum.
Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PPP, Amir Uskara mengatakan, pelaksanaan Mukernas PPP hampir pasti digelar pada akhir tahun ini. Mukernas sendiri merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi kedua setelah Muktamar.
Peserta Mukernas akan dihadiri oleh sejumlah Dewan Pengurus Wilayah (DPW) dan Dewan Pengurus Cabang (DPC) sebagai pemilik hak suara.
“Bulan Desember PPP akan Mukernas, setelah itu kita akan putuskan Muktamar dan kita perkirakan Bulan Februari,” kata Amir Uskara yang juga Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Rabu (20/11/2019).
Jelang Muktamar PPP, setidaknya sudah ada lima kader PPP yang berpeluang maju sebagai ceketum. Nama yang mencuat beberapa pekan terakhir ini antara lain Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa, Akhmad Muqowa.
Lalu ada juga nama Waketum PPP Murdiono, Sekjen PPP Arsul Sani hingga Waketum PPP Amir Uskara yang memegang posisi sebagai Ketua Fraksi PPP (F-PPP) DPR RI. Kelima nama tersebut nantinya akan dipilih oleh DPW dan DPC melalui Forum Muktamar.
“Yang kita tangkap ini ada tiga, Pak Suharso sendiri kemudian Pak Murdiono dengan Mas Muqowan. Semua memenuhi syarat untuk maju. Tinggal kita lihat nanti bagaimana penerimaan dari pemilik hak suara di PPP. Yang menentukan suara itukan, ya di DPW dan DPC,” ujar Amir Uskara.
Meski namanya santer disebut-sebut memiliki kans besar bersaing di bursa caketum PPP, namun Amir Uskara mengaku tidak berminat untuk bersaing. Ia menyerahkan peluang tersebut pada kader PPP yang lain.
Amir Uskara menuturkan, ia hanya ingin mengabdi di partai dan ikut memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan PPP. Ia ingin fokus sebagai kader yang mempersatukan semua pihak dari perpecahan.
“Ndak ada (niat maju), biarlah saya jadi pemersatu saja,” imbuhnya.
Syarat Calon Ketum PPP
Masuk di bursa calon Ketum PPP, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat tersebut kata Amir Uskara wajib bagi siapapun kader partai bila ingin mencalonkan diri. Syarat calon ketum minimal pernah menjadi pengurus DPP dan DPW selama satu periode.
“Minimal dia pernah jadi pengurus DPP dan DPW selama 1 periode, itu angka minimalnya. Ya, sekali lagi yang menentukan itu DPW dan DPC sebagai pemilik hak suara,” urai legislator dua periode asal Dapil Sulsel I tersebut.
Para calon Ketum PPP akan memperebutkan sejumlah suara dari perwakilan DPW dan DPC se-Indonesia berdasarkan representasi. Melalui suara insentif dari DPC yang bisa menempatkan Anggota DPR dengan kelipatan 4 kursi, maka secara otomatis bertambah satu hak suara.
Semakin banyak kursi di DPRD kata dia, maka semakin bertambah juga hak suara DPC-DPW di saat Muktamar. Amir Uskara mencontohkan perolehan kursi PPP di Kabupaten Gowa, Sulsel, adalah 8 kursi, jadi suaranya akan bertambah 4 jika diakumulasi berdasarkan Ketua dan Sekretaris sebagai pemilik suara.
“Dapat 4 kursi (DPRD) itu otomatis dapat tambahan 1 suara, kalau dia dapat 7 kursi otomatis tambah 2 suara, 10 nambah 3 suara. Misalnya di Gowa 8 kursi berarti dia dapat suara 4 dari representasi perolehan kursi,” ucapnya.
Antara Voting dan Aklamasi
Mekanisme pemilihan di Muktamar PPP terdiri dari musyawarah mufakat (aklamasi) dan melalui sistem voting. Peserta Mukernas dari DPW dan DPC akan membahas mekanisme tersebut untuk digunakan pada pemilihan ketua umum yang baru.
Menurut Amir Uskara, berdasarkan pengalaman muktamar sebelumnya terjadi perselisihan antara kedua kubu. Setelah Romahurmuziy (Rommy) ditetapkan sebagai ketum, muncul kubu Djan Faridz.
Perselisihan kedua kubu ini menghabiskan banyak energi partai dalam menghadapi momentum politik. Amir Uskara mengaku tak ingin kejadian yang sama kembali terulang di muktamar 2020.
“PPP sudah pernah punya pengalaman pahit terkait dengan pemilihan ini di periode kemarin, ketika Rommy dengan Surya Dharma Ali berbenturan. Kemudian muncul tiba-tiba Djan Faridz, ini jadi sebuah sejarah kelam. Kita tidak mungkin mengulangi lagi itu, mudah-mudahan dipahami oleh seluruh kandidat yang mau maju,” imbuhnya.
Untuk menghindari perselisihan internal atau potensi kembalinya dualisme partai yang berkepanjangan, ia berpendapat perlunya mencari langkah yang tepat. Yaitu dengan pemilihan secara musyawarah mufakat, namun pilihan tersebut akan dikembalikan ke pemilik hak suara. Karena DPW dan DPC seluruh Indonesia merupakan penentu keputusan di forum tertinggi muktamar.
“Peluang untuk aklamasi di muktamar cukup besar,” terangnya.
Ia mengingatkan kepada para calon ketum, agar menanggalkan kepentingan pribadi demi menuju kepentingan partai. Jika calon ketum hanya pentingkan diri sendiri, sementara partai harus menjaga soliditas internal. Bukan tak mungkin akan ada perpecahan, olehnya itu ia berharap kepada semua calon agar menjaga nama besar partai.
“Namanya niat berbakti di partai silakan saja, cuma kan kita harus tetap kembali bahwa kepentingan partai harus di atas kepentingan perseorangan. Diantara pengurus yang ada, enggak boleh karena kepentingan mau jadi ketua umum dan partai harus dikorbankan, itu yang harus saya jaga,” ujarnya.
Editor: Syariat