Lontar.id – Airlangga Hartarto terpilih secara aklamasi pada gelaran Musyawarah Nasional (Munas) ke-X di Hotel Ritz-Carlton. Airlangga juga diusung sebagai calon presiden pada Pilpres 2024 mendatang.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, menilai diusungnya sebagai Capres RI 2024 dianggap sesuatu yang wajar.
Alasannya, Golkar harus membangun popularitas dan elektabilitas sejak sekarang, bila benar-benar serius. Hanya saja kata Ujang Komaruddin, Airlangga memiliki kelemahan, yang bisa saja digunakan lawan untuk menyudutkan dirinya, yakni terkait kasus PLTU 1 Riau.
Kasus tersebut lanjut Ujang Komaruddin menjadi batu sandungan Airlangga untuk melenggang mulus di bursa Capres RI 2024.
“Ada kelemahan di Airlangga, apa itu kelemahan Airlangga? Misalkan Airlangga secara obyektif pernah disebut-sebut di dalam kasus oleh KPK, di PLTU 1 kasusnya Eni Saragih dan Idrus Marham,” kata Ujang Komaruddin melalui telpon, Kamis (5/12/2019).
Stigma tersebut sangat merugikan Airlangga dan Partai Golkar pada umumnya, meski Airlangga belum terbukti dalam kasus PLTU 1 Riau, namun secara politik dapat digunakan sebagai pembusukkan karakter.
“Ini secara politik merugikan, jangan sampai kasus tersebut menjadi ajang pembusukan Airlangga dan Partai Golkar. Di satu sisi memang bagus untuk dicalonkan, tapi di sisi lain jadi lahan untuk serangan lawan terhadap Airlangga dan Partai Golkar,” lanjutnya.
Sejak Airlangga terpilih menggantikan Setya Novanto pada Munaslub 2017, ia kerap menggunakan jargon Golkar bersih dari korupsi. Namun setelah namanya pernah disebut oleh KPK, lanjut Ujang Komaruddin, jargon Golkar bersih seolah menciut dan tak pernah muncul lagi.
“Ingat dulu Airlangga di awal-awal jadi Ketua Golkar, memunculkan jargon Golkar bersih. Tapi dihajar oleh KPK, lalu tidak muncul lagikan jargon itu,” terangnya.
Selain masalah tersebut, Airlangga harus menyiapkan diri secara matang untuk membranding diri agar popularitas dan elektabilitas dapat di terima masyarakat. Apabila Golkar tidak mampu menaikan popularitas dan elektabilitas namun terlanjur dicalonkan, sama saja dengan bunuh diri.
“Ini terkait dengan popularitas dan elektabilitas, ketika Airlangga diusung maka popullaritas dan elektabilitas harus bagus. Nanti ketika di tengah jalan tidak naik, sama saja bunuh ketika mengajukan Airlangga,” tutupnya.
Editor: Kurniawan