Lontar.id – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, menyebut Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) emosional terkait penolakan terhadap wacana penambahan masa jabatan presiden.
Amandemen UUD 45 kata Ahmad, tak perlu divonis terlalu buru-buru sebelum mendapatkan masukan dari partai pengusung Jokowi-Ma’ruf. Karena partai pengusung selalu berkoordinasi dengan Jokowi terkait keputusan politik apa yang bakal diambil.
Menurut Ahmad, presiden perlu mendapatkan pandangan umum dari sejumlah fraksi partai politik di MPR, juga DPD. Khususnya terkait sejumlah aspirasi dari masyarakat.
MPR kata dia, telah banyak mendengarkan aspirasi, baik dari kalangan masyarakat maupun akademisi di berbagai kampus yang mendukung amandemen.
“Ya sebenarnya Pak Jokowi tidak harus menyampaikan pernyataan yang cenderung emosional, menyikapi soal dinamika wacana dan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan kembali haluan negara,” kata Ahmad Basarah usai diskusi publik di Gedung Nusantara III DPR RI, Jumat (6/12/2019).
Selain menyerap aspirasi dari publik, amandemen itu memurutnya merupakan hasil rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. MPR periode di bawah kepemimpinan Bambang Soesatyo saat ini hanya melanjutkan rekomendasi saja.
“Usulan wacana amanademen terbatas itu adalah aspirasi yang diserap dan jadi kesepakatan MPR periode sebelumnya dan ditindaklanjuti MPR sekarang ini,” tegasnya.
Ahmad juga berpendapat bahwa saat ini komunikasi antara partai pengusung dengan Jokowi-Ma’ruf sedikit tersumbat. Hal itu disebabkan karena peran Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno tidak berjalan dengan baik.
Seharusnya Mensesneg bisa lebih proaktif membangun komunikasi dengan partai pengusung, sehingga Jokowi tidak buru-buru menolak amandemen.
“Mensesneg harus lebih efektif berkoordinasi dengan publik, berkoodinasi dengan kami di MPR,” ujarnya.
Ahmad Basarah menyinggung Pratikno yang tak pernah mengundang PDIP untuk duduk bersama dan mendiskusikan amandemen UUD 45. Padahal, jika hal itu dilakukan, dia meyakini, Jokowi akan mendapatkan pandangan, mengapa dan apa urgensi pembahasan amandemen itu.
“Kami saja dari Fraksi PDIP tak pernah diundang oleh Mensesneg untuk meminta pandangannya terkait amandemen UUD,” terangnya.
Saar reporter Lontar.id menanyakan, apakah amandemen UUD 45 merupakan hasil aspirasi masyarakat atau usulan dari partai pengusung lebih khususnya PDIP? Ahmad Basarah berkilah, bahwa di MPR terdapat sebuah dokumen di lembaga kajian MPR (sekarang berubah jadi badan pengkajian). Dokumen itu kata dia memotret hasil aspirasi masyarakat terutama dari perguruan tinggi se Indonesia.
Tapi, Ahmad tidak menjelaskan secara rinci kalangan masyarakat mana yang mengajukan amandemen. Ia hanya merujuk pada dokumen di badan kajian MPR.
“Kamu buka dokumen di badan lembaga kajian MPR, mana-mana kampus yang sudah ditemui dan apa saja aspirasinya. Semua ada di dokumen itu,” jawab Ahmad Basarah.
Editor: Kurniawan