Lontar.id – Banyak keluarga yang menyembunyikan anaknya yang disabilitas dari lingkungan karena malu. Sehingga anak tersebut justru menjadi terbatas aksesnya atas pendidikan dan masa depan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar saat membuka kegiatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) bertajuk Fun With Disability, dengan tema “Indonesia Inklusi, Disabilitas Unggul”, di Museum Geologi, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2019).
Dia menjelaskan, berdasarkan data SUSENAS Tahun 2018, populasi penyandang disabilitas kelompok usia 2-18 tahun kategori disabilitas sedang dan berat mencapai 7% atau sekitar 2,48 juta anak.
Saat ini, kata Nahar di Indonesia anak-anak penyandang disabilitas masih menghadapi persoalan yang pelik, baik dari permasalahan sisi tumbuh kembang anak maupun sisi perlindungan khusus.
“Dari sisi perlindungan anak, masih banyak keluarga yang menyembunyikan anaknya dari lingkungan karena malu. Jadi anak terbatas aksesnya atas pendidikan dan masa depannya. Sudah saatnya kita menghentikan segala perundungan dan perlakuan salah terhadap anak penyandang disabilitas, mari dengarkan suara mereka agar kita dapat mengembangkan potensinya. Stop Stigma, kita bangun kesetaraan”, paparnya melalui rilis tertulis.
Nahar sangat menyayangkan hal ini, mengingat Indonesia telah meratifikasi Konfensi Hak Disabilitas dan Konvensi Hak Anak. Nahar mengajak agar pemerintah lebih aktif mendorong kesadaran masyarakat tentang pemenuhan hak disabilitas.
“Anak penyandang disabilitas juga punya hak. Salah satunya, mendapat perawatan dan pengasuhan yang baik dari keluarga atau keluarga penggantinya,” lanjut Nahar.
Sementara, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat, Athalia Kamil mengaku akan terus memaksimalkan perannya. Di Jawa Barat, menurut Athalia, ada sekitar 128 ribuan disabilitas yang tersebar dan memerlukan perhatian khusus baik dari pemerintah dan masyarakat.
“Perhatian khusus agar mereka mendapatkan perlindungan, kebahagiaan dan kesempatan yang maksimal, karena setiap anak berhak bahagia,” ucapnya.
Kata Athalia, setiap anak berhak memaksimalkan potensi dirinya dengan diberikan peluang untuk meningkatkan kemandirian.
Pemprov Jawa Barat berserta Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) dan Dinas Sosial, menurutnya, telah menyediakan sekolah inklusi agar anak-anak penyandang disabilitas dapat memenuhi haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Dalam kegiatan ini anak-anak disabilitas diberikan kesempatan menunjukkan bakat dan kemampuan mereka melalui ajang “Menteri Bintang Mencari Bakat”.
Anak-anak juga secara bebas diajak untuk mengekspresikan perasaan mereka melalui kegiatan melukis bersama seluruh peserta pada kain sepanjang 30 meter.