Lontar.id – Anak-anak harus menjadi “penjaga” kebudayaan Indonesia, salah satunya dengan melestarikan permainan tradisional.
Imbauan itu disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga, saat membuka acara EduAksi Anak dengan tema “Pelestarian Permainan Tradisional Anak” dalam rangka menyambut Peringatan Hari Ibu ke-91 Tahun 2019, di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kalijodo, Jakarta Utara, Minggu (15/12/2019).
“Jangan sampai permainan tradisional hilang dan tergantikan oleh gawai atau permainan modern lainnya,” ujarnya melalui rilis tertulis.
Bintang menambahkan kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan Peringatan Hari Ibu (PHI) Ke-91 Tahun 2019, yang puncaknya akan diselenggarkan di Semarang pada 22 Desember 2019 mendatang.
Kata dia, rangkaian kegiatan PHI Ke-91 cukup banyak. Salah satunya adalah EduAksi yang diselenggarkan atas dukungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lembaga masyarakat dan dunia usaha, serta melibatkan partisipasi Forum Anak Nasional, Provinsi dan Kota.
“Ada dua kegiatan pada hari ini yakni EduAksi Anak yang fokus pada pelestarian permainan tradisional anak dan literasi baca anak, dan EduAksi Keluarga yang fokus pada pengasuhan anak dalam keluarga dan kesehatan anak,” tambah Menteri Bintang.
Bintang menyebut bahwa lermainan tradisional itu sederhana, namun besar sekali manfaatnya dalam mengembangkan kecerdasan intelektual, meningkatkan kreativitas anak, kecerdasan emosi anak, kemampuan motorik hingga kemampuan anak untuk bersosialisasi.
“Dewasa ini, banyak anak-anak yang kecanduan gawai, padahal di Indonesia ini ada lebih dari 2600 permainan tradisional yang juga bisa mengasah kemampuan dan kreativitas anak, maka dari itu ayo sama-sama kita ajak anak-anak kita untuk bemain permainan tradisional,” ungkap Bintang.
Kegiatan Kampanye Pelestarian Permainan Tradisional ini, juga bertujuan agar anak-anak dapat lebih mengetahui jenis-jenis dan mengenali manfaat permainan tradisional.
Dia berharap, khususnya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar mulai mengajak anak dan orangtua untuk bersama melestarikan permainan tradisional, melalui wadah RPTRA di Jakarta, yang jumlahnya mencapai 312.
“Tentunya akan menjadi mudah mengingat tujuan kita sejalan dengan tujuan dibentuknya RPTRA yakni memberikan ruang aman bagi anak untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan cara bermain dan belajar di luar ruang,” lanjut dia.
Bintang menambahkan, penyelenggaraan perlindungan anak merupakan kerja bersama dari seluruh komponen negara, yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, orang tua/wali, dunia usaha, dan media.
Menurut dia, semua pihak bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan partisipasi anak dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup anak-anak.
“Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” imbuhnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin, menuturkan pada hakikatnya anak mempunyai 31 hak yang harus dilindungi, dihargai, dan dipenuhi.
Salah satu hak anak adalah untuk memanfaatkan waktu luang yang diisi dengan kegiatan yang positif, inovatif, dan kreatif.
Untuk mengisi waktu luang anak dengan kegiatan menyenangkan, ialah bermain, khususnya dengan melakukan permainan tradisional.
Permainan tradisional, kata dia, memiliki banyak manfaat yang baik untuk perkembangan anak baik dari aspek fisik, psikologis, sosial, dan aspek-aspek lainnya.
“Permainan tradisional juga termasuk warisan budaya Indonesia yang perlu diperkenalkan kepada anak-anak agar memupuk kecintaan anak-anak pada Tanah Air Indonesia,” tuturnya.
Lenny menuturkan, di dalam permainan tradisional, anak-anak juga ditanamkan nilai-nilai luhur Pancasila, seperti rasa Ketuhanan, tenggang rasa, kerjasama, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial.
“Hal tersebut sangat penting mengingat nilai-nilai luhur Pancasila yang mulai pudar di kalangan anak-anak Indonesia,” tutur Lenny.