Lontar.id – Badan meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memaparkan tiga jenis potensi ancaman bencana yang bisa terjadi di Selat Sunda, termasuk potensi gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 8,7.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat (Kapusdatin Humas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, melalui rilis tertulis, Jumat (20/12/2019), mengutip penjelasan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.
Ketiga potensi ancaman bencana tersebut yakni Zona Megathurst di Selat Sunda yang berpotensi gempa dengan kekuatan magnitudo 8,7, potensi flank collapse dan erupsi anak Krakatau, serta Zona Wrenching Selat Sunda (Graben, Landslide).
Melihat dari catatan potensi tersebut, BMKG tidak mau ‘kecolongan’ seperti yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu, saat tsunami yang dipicu oleh longsoran bawah laut Anak Gunung Krakatau menyapu pesisir pantai di wilayah Banten dan Lampung, dengan total korban jiwa mencapai 426 meninggal dunia, 7.202 luka-luka dan 23 dinyatakan hilang.
Oleh karena itu, saat ini BMKG telah menjalin kerjasama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Pusat Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memantau dan menganalisa gejala vulkanologi dan pasang surut air laut dengan sejumlah alat pendeteksi yang ditanam di beberapa tempat di sekitar zona merah.
Berdasarkan prediksi dari potensi bencana yang dipicu oleh faktor cuaca, BMKG memperkirakan adanya pertumbuhan awan cukup tinggi terjadi di wilayah Selat Sunda baik dari Jawa bagian barat maupun wilayah Lampung.
Potensi hujan dengan intensitas tinggi diprediksi akan terjadi sejak tanggal 19 sampai 24 Desember 2019. Oleh karena itu pemerintah pusat melalui BNPB dan BMKG, menghimbau agar pemerintah daerah setempat melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dalam menghadapi ancaman bencana yang berpotensi terjadi pada musim liburan Natal dan Tahun Baru, dengan membentuk posko siaga bencana dan pengendalian operasi 24 jam 7 hari.
Dwikorita Karnawati juga menekankan pentingnya upaya penguatan kapasitas melalui kesiapsiagaan pra-bencana, untuk menghadapi potensi ancaman bencana. Hal itu, kata dia, bukan berarti mengharap sesuatu yang buruk terjadi ke depannya.
“Yang kita lakukan bukan mengharap hal buruk akan terjadi. Akan tetapi bagaimana kita bersiap diri dari sesuatu yang bisa saja terjadi,” ungkap Dwikorita saat pertemuan dengan Kementerian/Lembaga dan unsur TNI/Polri guna membahas kesiapan dalam menghadapi potensi ancaman bencana Kawasan Selat Sunda yang dihimpun dalam “Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Menghadapi Potensi Bahaya di Kawasan Selat Sunda” di ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (19/12).
Dwikorita menganalogikan kesiapsiagaan tersebut seperti pengendara sepeda motor yang membutuhkan helm sebagai pelindung kepala, saat berkendara di jalan raya, atau mengenakan sabuk pengaman saat mengengendarai mobil.
Kesiapsiagaan diharapkan bisa menjadi budaya untuk mengurangi risiko dari potensi ancaman bencana yang harus dilakukan meski belum tentu akan terjadi sesuatu hal yang buruk.
Sementara, Sekretaris Utama (Sestama) BNPB, Harmensyah yang didampingi oleh Deputi Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan, mengatakan, tujuan utama diselenggarakan pertemuan dalam forum tersebut adalah untuk memastikan rasa aman masyarakat saat Natal dan Tahun Baru serta meminimalisir jatuhnya korban apabila terjadi bencana.
Selain itu, BNPB sebagai koordinator juga sekaligus mengharap kepastian sinergi dari Kementerian/Lembaga serta unsur terkait dapat berjalan beriringan dalam memperkuat kesiapsiagaan menghadapi potensi ancaman bencana.
“Tujuannya agar tidak ada korban dan semua warga bisa selamat dari ancaman potensi bencana,” kata Harmensyah.
Harmensyah juga menyarankan untuk membuat posko dan apel siaga bersama komponen terkait, agat jika ada permasalahan bisa segera diatasi.