Lontar.id – Tim Satgas Pencegahan, Pengawasan, dan Penanganan Permasalahan Ibadah Umrah kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap travel umrah yang tidak memiliki izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Setelah Sulsel, Jabar, Jateng, Jatim, dan Kalsel, pekan ini sidak dilakukan di Yogyakarta, Sumbar, dan Sumatera Utara, sejak 29 hingga 31 Desember 2019.
Di Yogyakarta, tim satgas menertibkan empat travel yang tidak memiliki izin sebagai PPIU namun telah menghimpun dan memberangkatkan jemaah umrah.
Kegiatan sidak dipimpin Kepala Subdit Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Haji Khusus, M. Noer Alya Fitra (Nafit), dengan anggota dari unsur Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, dan personil daerah dari Kanwil Kemenag DIY, Polda, Dinas Pariwisata, Satpol PP DIY.
Dilansir laman resmi Kemenag, Selasa (41/12/2019), menurut Nafit, sidak dilakukan dengan mendatangi kantor travel tidak berizin.
Setelah mengecek izin usaha, manifest jemaah yang telah berangkat dan yang belum diberangkatkan, serta atribut dan perlengkapan jemaah, tim memastikan bahwa biro perjalanan tersebut tidak berizin PPIU.
Tim memintanya untuk menghentikan aktivitas pendaftaran dan pemberangkatan jemaah umrah, serta menginstruksikan pemilik travel untuk menurunkan papan nama penyelenggara umrah, memusnahkan brosur dan pamflet penjualan paket umrah.
“Hari ini kami telah menutup empat travel yang terdiri dari tiga travel tidak berizin, yaitu: BT, ABS alias UM, dan AWI, serta satu travel yang sudah memberangkatkan jemaah namun belum memiliki izin kantor cabang dari Kanwil Kemenag DIY dengan inisial FKW,” papar Nafit di Yogyakarta, Senin (30/12/2019).
“Satgas umrah akan terus memantau aktifitas keempat travel tersebut dan jika terbukti masih menyelenggarakan ibadah umrah, tim satgas wilayah DIY akan menindaklanjuti dengan memproses ke ranah hukum pidana sesuai amanah UU Nomor 8 Tahun 2019,” lanjutnya.
Terkait PPIU yang memfasilitasi keberangkatan travel tidak berizin, Nafit menegaskan pihaknya akan melakukan pemanggilan untuk klarifikasi. “Jika melanggara regulasi, tentu akan ada sanksi,” tegasnya.
Berdasarkan data dari e-umrah pemerintah Arab Saudi, bahwa mulai 31 Agustus sampai dengan tanggal 26 Desember 2019, jumlah WNI yang telah berangkat ibadah umrah sebanyak 443.879.
Jumlah ini terbanyak kedua setelah Pakistan. Mengingat banyaknya jemaah Indonesia, kata Nafit, pengawasan akan dilakukan secara intensif dan terpadu, baik upaya preventif maupun represif.
Sejumlah upaya preventif yang telah dilakukan misalnya, menjalin kerjasama sembilan Kementerian/Lembaga dan membentuk tim satgas, pengawasan di Bandara Soetta, pengawasan di dalam negeri dan Arab Saudi, pembuatan aplikasi Siskopatuh, serta penyempurnaan aplikasi umrah cerdas.
“Sementara pemanggilan klarifikasi, pemberian sanksi administratif dan pidana menjadi salah upaya represif guna membina dan mengawasi travel-travel nakal,” tandasnya.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Kementerian Agama DIY, Sigit Warsita menyambut baik kehadiran tim satgas. “Tim satgas umrah sangat penting untuk dibentuk di wilayah DIY dalam rangka melakukan pengawasan penyelenggaraan ibadah umrah, sekaligus melakukan penanganan kasus bila terjadi permasalahan umrah,” jelasnya.