Lontar.id – Penerbitan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak di Satuan Pendidikan Berbasis Agama merupakan hal yang mendesak.
Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Saadi, merespon instruksi Presiden Jokowi dalam rangka mengatasi masalah kekerasan terhadap anak.
Presiden mencatat, laporan kasus kekerasan pada anak baik kekerasan seksual, emosional, fisik maupun penelantaran mengalami kenaikan signifikan, sebanyak 1.975 laporan di 2015 menjadi 6.820 di 2016.
“Penerbitan PMA tersebut sifatnya mendesak mengingat sampai saat ini di lingkungan Kemenag belum ada regulasi yang mengatur masalah pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak, sementara kasus-kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat,” terang Wamenag dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (12/01).
PMA tersebut diharapkan dapat memberikan panduan kepada para guru dan tenaga kependidikan di lingkungan Kemenag dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak.
Menurut Wamenag, PMA tersebut setidaknya akan memuat tiga masalah. Pertama, mengoptimalkan pencegahan kekerasan terhadap anak melalui satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat. Kedua, membuat sistem layanan pengaduan terkait kasus-kasus anak. Dan ketiga, membangun sistem manajemen informasi penanganan kasus anak menuju penanganan yang lebih komprehensif. Kemenag menargetkan PMA tersebut selesai.
“Sehingga dapat segera disosialisasikan,” ujarnya.
PMA, kata Wamenag, akan lebih meprioritaskan pada aspek pencegahan. Aksi pencegahan dilakukan dengan berbagai model kampanye, model-model sosialisasi dan edukasi publik, yang bukan hanya menarik tapi memunculkan kepedulian sosial pada persoalan kekerasan pada anak.
“Presiden sangat berkomitmen untuk terus mengoptimalkan upaya pencegahan, penanganan dan rehabilitasi terhadap masalah kekerasan anak, agar anak-anak Indonesia tumbuh menjadi pribadi yang unggul dan berkarakter,” tandasnya.