Lontar.id – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng), menyiapkan sekitar 50 ribu dosis vaksin antraks.
Kepala Disnakeswan Jateng Lalu M Syafriadi melalui Kabid Veteriner Abdullah, menjelaskan, masyarakat Wonogiri, Klaten, maupun Jawa Tengah secara keseluruhan, diminta tak was-was terkait kasus penyakit antraks yang terjadi di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Pasalnya, Pemerintah Provinsi Jateng melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) telah melakukan sejumlah upaya agar antraks tak meluas ke provinsi ini.
Abdullah menjelaskan, kasus anthrax di Gunungkidul terjadi dekat dengan perbatasan Wonogiri. Untuk itu pihaknya melakukan sejumlah upaya untuk mencegah agar bakteri tersebut tak menyebar ke Jateng.
“Kami sudah membuat edaran ke kabupaten Wonogiri, dan kepada jagal, agar ada kewaspadaan dini terkait anthrax. Kalau ada sapi yang terkena anthrax, dilarang disembelih dan dijualbelikan,” urai Abdullah, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/1/2020), seperti dikutip dari keterangan resmi Pemprov Jateng.
Diakui, kewaspadaan dan tindakan pencegahan meluasnya Anthrax dari Gunungkidul ke Jateng sudah dilakukan sejak Desember 2019. Hal itu dilakukan dengan menerjunkan tim dari dinas setempat untuk melakukan pengecekan di wilayah perbatasan. Selain mengeluarkan surat edaran, dinas juga telah melakukan vaksinasi di daerah perbatasan. Sekitar 50 ribu dosis vaksin anthrax tersedia di Jateng.
Abdullah menerangkan, bakteri penyebab penyakit anthrax (Bacillus anthracis) terhitung ganas. Sekali menyerang, seekor sapi dapat langsung tewas, tanpa ada tanda-tanda khusus sebelumnya.
“Tingkat penyakitnya ada tiga, perakut, akut dan kronis. Kalau perakut dan akut hampir sama. Kalau tahap perakut sapi langsung mati, tapi setelah mati tubuh akan mengembung dan dari lubang-lubang tubuh mengeluarkan cairan hitam. Kalau yang kronis, ada gejala sapi sakit demam dan tak mau makan lalu mati. Nah ketika ada gejala itu sebaiknya langsung lapor ke dinas atau penyuluh setempat,” paparnya.
Ketika ada laporan, petugas akan melakukan sterilisasi dalam radius satu kilometer. Lantaran, jika spora bakteri anthrax mencemari tanah atau lingkungan, bisa bertahan hingga puluhan tahun.
Lantas apa yang harus dilakukan masyarakat yang gemar mengonsumsi daging agar terhindar dari anthrax? Abdullah menekankan agar warga tak terlalu khawatir. Kuncinya, mereka mesti membeli dari tempat-tempat yang terpercaya, yakni daging yang disuplai dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Waspadai jika daging yang dijual terus mengeluarkan darah dan berwarna kehitaman.
“Kami sarankan, masyarakat kalau beli daging belilah ke tempat yang resmi. Kalau dari tempat resmi, berasal dari Rumah Potong Hewan, di sana ada pemeriksaan sebelum dan sesudah sapi dipotong. Jadi lebih terjamin keamanannya. Kemudian, ketika ada sapi yang sakit, jangan disembelih terus dibagi-bagikan, seperti ke tetangga dan sebagainya, apalagi dijual. Silakan melapor ke petugas setempat,” tandas Abdullah.