Lontar.id – Ada 67 informasi yang harus dirahasiakan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), yang disebut sebagai informasi yang dikecualikan.
Koordinator Divisi Hukum, Hubungan Masyarakat (Humas), dan Hubungan Lembaga (Hubal) Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, menjelaskan informasi itu masuk dalam tiga hal, yakni rahasia pribadi, rahasia lembaga dan rahasia negara.
“Kita dapat memilah mana yang bisa diberikan atau tidak dapat disampaikan ke publik,” kata dia saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Teknis dan Penguatan Kapasitas Pengelolaan PPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan Tahun 2020, Sabtu (25/1/2020).
Fritz menjabarkan ketiganya. Dia menjelaskan, rahasia pribadi adalah informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan identitas informan, pelapor, atau saksi yang mengetahui adanya tindak pidana, pelanggaran pemilu atau pemilihan.
Selanjutnya, rahasia lembaga yang dikecualikan karena membahayakan ASN (aparatur sipil negara), membahayakan sarana dan prasarana di lingkungan Bawaslu, dan naskah dinas Bawaslu.
“Lalu, rahasia negara yang dikecualikan agar tidak menghambat pencegahan penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu,” jelas Pengajar Hukum Tata Negara di STH Indonesia Jentera tersebut.
Selain informasi pemilu, lanjutnya, ada pula informasi pemilihan, informasi penanganan temuan dan laporan pelanggaran pemilu, serta informasi tindak pidana pemilu yang juga dikecualikan.
“Informasi tindak pidana pemilu yang dikecualikan misalnya daftar saksi atau ahli, daftar tersangka, daftar barang bukti, dan lainnya,” tunjuknya.
Fritz mengungkapkan, informasi yang dikecualikan tersebut telah melalui uji konsekuensi. Sehingga, saat Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam memberikan informasi dapat mempertimbangkan hasil uji konsekuensi tersebut.
Meski demikian, Fritz meminta PPID Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota dapat memudahkan pelayanan informasi kepada masyarakat. Pasalnya, kata dia, keterbukaan informasi dapat menumbuhkan kepercayaan yang pada akhirnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilih.
“Keterbukaan menumbuhkan ‘trust’ (kepercayaan) dan ‘trust’ adalah fondasi bagi partisipasi,” aku Fritz.
Menurutnya, apabila tidak diberikan informasi ke publik berpotensi adanya pelaporan, pengaduan baik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Polri, dan Permohonan Sengketa Informasi.
“Pelaporan (sengketa informasi) itu dimungkinkan jalurnya dalam konteks setiap warga negara berhak mendapatkan informasi,” tuturnya.