Lontar.id – Kepala daerah petahana yang akan kembali bertarung pada Pilkada Serentak 2020, hanya boleh mengisi jabatan yang kosong pada pemerintahan, tapi tidak boleh melakukan mutasi penggantian pejabat.
Hal itu disampaikan oleh pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, saat menjadi pembicara dalam Workshop penerapan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Gelombang Ketiga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (11/2/2020) sore.
Bahtiar menegaskan, kepala daerah petahana tidak bisa melakukan mutasi penggantian pejabat daerah dalam masa Pilkada 2020 sebelum mendapatkan persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Menurutnya, saat ini hanya bisa mengisi jabatan yang kosong, bila tidak maka akan ada sanksi menanti.
Dirinya memastikan pejabat daerah tidak akan bisa melakukan mutasi apabila tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang (UU) maupun Surat Edaran Mendagri Nomor 273/487/SJ, tertanggal 21 Januari 2020 tentang Penegasan dan Penjelasan terkait Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang telah dikeluarkan Mendagri.
“Kalau lihat izin mutasinya ditandatangani di luar Mendagri, saya pastikan itu bukan dari Kemendagri. Pak Mendagri Tito Karnavian akan tegak lurus dengan UU. Jadi benar-benar selektif hanya mengisi kekosongan saja,” tegasnya, seperti dikutip dari keterangan tertulis Bawaslu RI.
Dirinya menekankan pengisian jabatan yang kosong misalnya kepala dinas, kepala rumah sakit atau kepala sekolah bukan menjadi peluang untuk menggeser pejabat lain. “Bagaimana mendapat ijin menteri? Ya ikuti surat edaran. Kalau tak ada lagi yang menjadi Plt (pelaksana tugas) bisa Pj (penanggungjawab) saja,” sebutnya.
Bahtiar menyarankan agar kepala daerah mengikuti ketentuan sesuai pasal 71 UU 10 Tahun 2106 supaya tidak ada malapetaka administrasi. Dia pun menyatakan, Kemendagri bakal mengundang jajaran Bawaslu, KPU, intellijen, Kesbangpol, dan Sekda Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia di Bali tanggal 27 Februari 2020.
“Nanti akan ditegaskan lagi kepada para Sekda sebagai pejabat yang berwenang di bidang kepegawaian,” lanjutnya
Anggota Bawaslu Ratna Dewi menambahkan, kewajiban Bawaslu sudah selesai dalam menyosialisasikan yang menjadi larangan dalam ketentuan pasal 71 UU Pilkada 10/2106 dalam tiga kali acara. Bawaslu, lanjutnya, tinggal melakukan pengawasan dan penindakan bila masih ada pelanggaran.
Dewi juga berharap jika nanti ada laporan atau temuan pelanggaran, Bawaslu membutuhkan kehadiran pihak terkait untuk melakukan proses pemeriksaan dan klarifikasi. “Penegakan hukum pemilu dan pilkada bukan hanya menjadi kewajiban dari Bawaslu, tetapi menjadi kewajiban semua pihak,” tutupnya.