Lontar.id – Kabupaten Temanggung merupakan salah satu penghasil kopi. Ada beberapa tempat yang bisa disinggahi untuk menikmati kopi lokal Temanggung, termasuk di Pasar Kliwon Temanggung, yakni Kedai Kopi Lawoek.
Kedai Kopi Lawoek, los mungil yang menjual berbagai menu kopi dengan penyajian sekelas kafe. Ada kopi tubruk, single origin, vietnam drip moccapot atau ekspresso,capucino, dan maciato kopi.
Harganya pun ramah di kantong. Kopi seduh ditawarkan dengan kisaran harga antara Rp8.000 hingga Rp25.000 per gelas. Sedangkan kopi bubuk dan roasted bean berbagai varian dijual dengan rentang harga Rp10.000 hingga Rp100.000 per ons.
Kedai Kopi Lawoek ini dikelola seorang warga Kecamatan Tlahap, Kabupaten Temanggung bernama Iis Siti Robiyatun (27). Ia memberi nama Kopi Lawoek karena Lawoek merupakan nama panggilan akrab warga desa pada suaminya, Setyo Wuwuh (40). Mereka memulai bisnis kopi dengan membeli los di Pasar Kliwon, yang kemudian dikelola Iis pada awal tahun 2016 lalu.
“Semula saya masih ragu, sehingga hanya menjual Kopi Robusta saja yang harganya murah. Soalnya ini di pasar, jarang ada yang minat kopi mahal seperti arabika. Tapi ternyata perkembangannya bagus, sehingga bulan berikutnya saya memberanikan diri menjual kopi arabika dari hasil panen kebun sendiri, dan diproses sendiri oleh suami saya,” tutur Iis belum lama ini, seperti dikutip dari keterangan resmi Pemprov Jateng, Jumat (28/2/2020).
Iis kemudian mengupayakan pengadaan berbagai jenis peralatan seperti grinder atau alat penggiling kopi, termometer untuk mengatur suhu air yang dipanaskan, hingga peralatan seduh kopi lainnya. Cara menyeduhnya, ia pelajari secara autodidak.
Kopi hasil eksperimen lantas dia perkenalkan kepada para pembeli di pasar. bukan hal enteng baginya, kebanyakan pembeli di pasar tradisional tidak mengetahui menu-menu tersebut, sehingga ia kerap kali harus menjelaskannya secara mendetail.
Semua bahan baku kopi yang dijual adalah bahan baku segar dari lahan keluarga seluas dua hektar di Desa Tlahap, Kecamatan Kledung. Tanaman kopi ditanam berselang-seling dengan tanaman tembakau.
Menurut Setyo, suami Iis, tiap kali musim panen pada Juni hingga Agustus, 800 batang tanaman kopi miliknya mampu menghasilkan 4-5 ton buah kopi dalam 8-10 kali petikan. Setelah dipanen, barulah biji kopi akan diproses menjadi green bean, roasting dan kopi bubuk.
Semula, dia hanya melayani pasokan biji kopi untuk sejumlah kafe di Nusa Tenggara Timur (NTT), Salatiga dan Bali sebanyak 25 kilogram per bulan, yakni 15 kg untuk arabika proses natural, dan 10 kg arabika fullwash. Sisanya ia jual dengan cara online.
Saat ini hasil panen kopi dari kebun kopi milik Setyo, sebagian dijual dalam bentuk green bean, roasting, dan bubuk secara online. Lalu sebagian lainnya dipasarkan di Kedai Kopi Lawoek.
Konsumen berdatangan dari berbagai derah, seperti Yogyakarta, Jakarta, Semarang, NTT, dan Bali. Kebanyakan mereka adalah penikmat kopi yang kebetulan memiliki saudara maupun teman di Temanggung. Atas permintaan mereka pula, mulai sekitar Bulan November 2016, Iis akhirnya menyediakan kopi seduh.
“Awalnya, saya hanya menyeduh kopi tubruk dan single origin saja. Lama-lama saya belajar dari internet dan studi banding ke kafe-kafe untuk melajar menyeduh berbagai jenis kopi. Setiap hasil uji coba menu kopi dicicipi teman-teman dan keluarga saya, baru kemudian dijual,” ujarnya yang saat ini telah memiliki tiga cabang.
Bogi, (50 th) salah seorang konsumen asal Temanggung mengaku kerap mampir minum Kopi Lawoek di area pasar. Ia menyukai kopi robusta yang diseduh secara kopi tubruk.
“Biasanya saya minum kopi sembari makan jenang yang dijual di samping kedai kopi,” kata Bogi.