Lontar.id – Salah satu tantangan yang dihadapi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) adalah mengklasifikasi mana yang termasuk ujaran kebencian dan hoaks.
Hal itu disampaikan oleh anggota Bawaslu RI, Fritz Edward, di hadapan jajaran polisi penyidik pidana siber, dalam kegiatan Pelatihan Peningkatan Kemampuan Tindak Penyidik Pidana Siber di Mabes Polri, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Fritz mengatakan, ujaran kebencian dan hoaks, lanjutnya, marak terutama saat menjelang gelaran pemilihan, kampanye hitam melalui media sosial (medsos) selalu menjadi tren nomor satu di Indonesia.
“Kami menentukan mana yang kebebasan berbicara, mana yang masuk dalam ‘political speech’. Misalnya ada seseorang yang tidak setuju dengan salah satu calon dan kemudian mengkritiknya, apakah itu bagian dari ujaran kebencian atau dia masuk dalam kebebasan berbicara? Itu yang menjadi salah satu tantangan kami,” ujar Fritz saat menjadi narasumber.
Selain itu menurutnya, belum terdapat pemahaman yang sama pada jajaran pemangku kepentingan dalam menangani konten-konten medsos. Fritz mengatakan, para pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk menyamakan persepsi dalam menangani konten medsos terkait ujaran kebencian dan hoaks.
Hal yang menjadi masalah hematnya juga ada di tingkat masyarakat yang belum paham apa yang dimaksud dengan ujaran kebencian dan disinformasi (kabar bohong). Hal ini baginya menyebabkan langgengnya hoaks dan ujaran kebencian.
“‘Take down’ konten pada dasarnya hanya meredam peredaran konten negatif, namun tidak menghapuskan konten negatif sampai ke akarnya,” imbuh Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Hubal Bawaslu ini.
Oleh sebab itu, Fritz menekankan akan sangat baik jika ada kerja sama yang dijalin antara Bawaslu dan kepolisian. Pasalnya, berdasarkan data Bawaslu yang tercatat pasa Pemilu 2019, terdapat 5.103 laporan kepada Bawaslu mengenai konten medsos yang diduga bermasalah dan ada 2.457 isu hoaks.
“Setiap orang memiliki kebebasan berekspresi sepanjang tidak bertentangan dengan batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum dan nilai moral yang hidup dalam masyarakat. Bawaslu telah menetapkan kriteria untuk menyatakan suatu pernyataan dapat dikatakan ‘hate speech’. Saat kebebasan berekspresi melewati batas seperti hate speech, tentu hukum perlu ditegakkan,” pungkas Fritz.