Lontar.id – Kementerian Sosial (Kemensos) RI akan menyalurkan bantuan program keluarga harapan (PKH) tahap kedua dan seterusnya lebih cepat dari jadwal semula. Hal itu untuk meringankan beban 10 juta keluarga penerima manfaat selama terdampak pandemi Covid-19.
Pengumuman itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kemensos RI, Asep Sasa Purnama, di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Asep mengatakan, selama masa tanggap darurat Covid-19, bantuan PKH yang semula disalurkan tiap tiga bulan sekali akan diberikan tiap bulan pada 10 juta penerima.
“Penyaluran PKH tahap kedua yang seharusnya April menjadi pertengahan Maret. Tahap ketiga yang seharusnya Juli jadi April, sehingga (selama) masa tanggap darurat, KPM (keluarga penerima manfaat) mendapatkan manfaat ganda,” jelasnya, seperti dikutip dari keterangan tertulis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
PKH atau Conditional Cash Transfers (CCT) merupakan bantuan dana yang disalurkan pemerintah ke keluarga miskin sejak 2007. Penerima PKH yang dinilai memenuhi kriteria sebagai kelompok miskin kemudian disebut sebagai keluarga penerima manfaat.
Bantuan itu bertujuan membantu kelompok miskin dan rentan miskin mendapatkan asupan gizi memadai, layanan pendidikan dan kesehatan yang cukup.
Selama terdampak COVID-19, Kemensos RI tidak hanya mempercepat penyaluran PKH, tetapi juga meningkatkan besaran bantuan beli sembako ke 15,2 juta penerima yang mulanya Rp150.000 per keluarga per bulan jadi Rp200.000.
Bantuan senilai Rp200.000 akan diberikan ke para penerima selama enam bulan mulai Maret sampai Agustus.
Tidak hanya itu, Kemensos RI juga menyiapkan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk seluruh daerah terdampak COVID-19. Tujuannya, pemerintah ingin memastikan kebutuhan pangan keluarga miskin dan rentan miskin terpenuhi selama mereka terdampak pandemi.
Dalam hal ini pemerintah daerah seperti Wali Kota atau Bupati dapat mengajukan tambahan kebutuhan daerahnya masing-masing apabila jumlah yang diterima belum mencukupi.
“Sesuai kewenangannya, Wali Kota/Bupati berwenang mengeluarkan hingga 100 ton sampai 200 ton,” tutup Asep.