Lontar.id – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimas Kristen Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan panduan Pelayanan Pemberkatan Nikah dan Penguburan Jemaat. Hal itu seiring dengan pandemi wabah COVID-19 di Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Kristen Kemenag, Thomas Pentury, di Jakarta, Sabtu (28/3/2020), menjelaksan bahwa panduan ini disampaikan kepada Pimpinan Induk Organisasi Gereja (Sinode), Pimpinan Jemaat, dan Umat Kristen seluruh Indonesia
“Kegiatan pelayanan Ibadah Pemberkatan Pernikahan yang dapat dilakukan adalah apabila dalam keadaan mendesak dan tidak dapat dihindari serta hanya dihadiri oleh maksimal 10 orang saja,” jelasnya melalui keterangan tertulis Kemenag.
Dia menambahkan, sebelum pelaksanaan pelayanan ibadah ini hendaknya dapat diinformasikan kepada pihak berwenang untuk dapat diketahui pelaksanaannya, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan terlebih berdampak hukum (tindakan kepolisian) bagi gereja dan umat yang bersangkutan, serta lingkungan tempat pelayanan pemberkatan pernikahan dilaksanakan.
Berkaitan dengan pelayanan ibadah Penguburan Orang Meninggal, kata Thomas, untuk penanganan pasien yang meninggal karena Positif COVID-19 dilaksanakan dengan SOP penguburan orang meninggal dari Satgas Kesehatan.
Penguburan dapat juga mengikuti Panduan Pelayanan dan Ibadah Perkabungan Warga Gereja Positif COVID-19 yang dikeluarkan oleh PGI.
“Bagi jemaat yang meninggal bukan karena Positif COVID-19, dapat dilakukan berdasarkan tata ibadah gereja masing-masing dengan tetap berpatokan kepada maklumat Kapolri RI serta tetap menjaga jarak dalam pelayanan,” jelasnya.
Thomas Pentury menegaskan, panduan ini disusun berdasarkan Maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Nomor: Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (COVID-19).
Salah satu isi maklumat tersebut adalah tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan
sendiri, yaitu pertemuan sosial budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam membentuk seminar, lokakarya, sarasehan dan kegiatan lainnya yang sejenis.
Ini juga menyatakan dengan tegas bahwa kegiatan – kegiatan pelayanan keagamaan dengan mengundang jemaat dalam jumlah besar tidak boleh dilakukan.