Jakarta, Lontar.id – Mudik diperbolehkan bagi mereka yang berada dalam kondisi darurat atau mendesak. Kuncinya, harus menyanggupi syarat yang dipersiapkan Kementerian Perhubungan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Laut, Udara, dan Perkeretaapian kini menyusun surat edaran, turunan dari Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
“Intinya mudik tetap dilarang,” ujar Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati dalam keterangan tertulis dilansir CNNIndonesia, Jumat (1/5).
Surat edaran itu akan mengatur penyediaan transportasi terbatas bagi mereka yang dalam kondisi darurat atau mendesak, sesuai dengan tata cara physical distancing yang diatur dalam Permenhub Nomor 18 Tahun 2020.
“Kemenhub juga tengah mengoordinasikan teknis pelaksanaan pemeriksaan calon penumpang dengan kriteria kebutuhan penting dan mendesak dengan pihak terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” terangnya.
Aturan larangan penggunaan sarana transportasi saat ini masih berlaku, seperti larangan mengangkut penumpang keluar dan masuk wilayah PSBB dan zona merah bagi semua moda transportasi.
Sebelumnya pemerintah melonggarkan larangan mudik bagi mereka yang keadaannya tak memungkinkan. Syaratnya meminta surat keterangan atau izin dari dinas perhubungan, kepolisian, atau Gugus Tugas Covid-19.
“Keluarganya sakit, meninggal, tapi tunjukkan surat, enggak masalah [untuk mudik]. Cukup foto aja, [sebagai bukti] bener enggak keluarganya sakit,” ujar Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Irjen Istiono.
Terlunta-lunta di rantau
Dari CNNIndonesia, Sirli diketahui sudah dua hari terlunta-lunta di rantau, di emperan toko sekitar Pelabuhan Merak, Banten. Ia ingin mudik, namun tak bisa menyeberang ke Bakauheni. Ia terhalang aturan.
Ia berangkat dari Bandung Senin (27/4) malam lalu dan sampai di Merak sehari setelahnya. “Saya sudah dua hari di sini. Perjalanan malam Selasa dari Bandung. Kalau pelarangan (mudik) di Merak saya belum tahu. Kalau PSBB saya udah tahu,” kata Sirli, Jumat (1/5).
Selama di pelabuhan, Sirli tidur berpindah-pindah demi mencari beranda toko yang tutup. Mirisnya, menjelang pagi, Sirli sempat diusir penjaga atau pemilik gerai karena toko harus dibuka.
Sirli pernah bekerja sebagai front liner di Lion Air sebelum kerjanya diputus (PHK). Kini, bermodal Rp500 ribu di dompet, ia berharap ke Krui, Lampung Barat.
“Sekarang tersisa Rp100 ribu. Itu pun minta bantuan ke keluarga untuk ditransfer,” katanya.
Sirli berharap pemerintah memberikan kelonggaran baginya untuk menyeberang ke Bakauheni, sebab pekan lalu, istri dan anaknya sudah lebih dulu pulang kampung.
“Saya memaksakan pulang kampung karena bertahan hidup di Bandung sendiri sudah sulit. Apapun risikonya, saya harus pulang kampung. Saya mohon ke pemerintah,” pintanya.