Lontar.id – Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia bahkan dunia belum ada yang bisa menjawab pertanyaan mengenai kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.
Penjelasan itu disampaikan oleh Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmita, dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa, 12 Mei 2020.
Wiku menyatakan, hingga saat ini memang belum ditemukan vaksin untuk mengobati COVID-19. Kendati demikian, beberapa ahli dan pakar dunia tengah berlomba untuk menemukan ramuan yang tepat untuk mengobati virus SARS-CoV-2 yang utamanya menyerang paru-paru manusia tersebut.
“Seluruh dunia juga tidak tahu, karena virus ini, untuk vaksinnya belum ditemukan. Jadi, maka dari itu, sampai dengan vaksin belum ditemukan, kita harus bisa selalu berhadapan dengan virus ini,” ungkap Wiku, seperti tertulis dalam rilis.
Dia menambahkan, perlu dipahami bersama-sama dan disadari secara kolektif bahwa, dalam masa-masa krisis kesehatan seperti yang sedang dialami Indonesia dan beberapa negara di dunia, penerapan protokol kesehatan menjadi metode paling dianjurkan untuk menghadapi COVID-19.
Protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, menggunakan masker, menjaga jarak dan beraktivitas di rumah menjadi hal baru yang wajib dilakukan demi memutus rantai penyebaran virus COVID-19.
Selain itu, beberapa kebijakan telah diambil oleh beberapa negara di dunia seperti penarapan lockdown, karantina wilayah dan pembatasan wilayah dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia sendiri juga telah mengambil kebijakan sendiri dengan mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang hingga saat ini masih diterapkan dan diberlakukan hingga waktu yang belum ditentukan.
Penerapan PSBB tersebut berlaku bagi seluruh kalangan namun ada pengecualian. Mereka yang ‘diizinkan’ keluar batas wilayah tertentu adalah yang mengantongi surat izin dinas dari atasan. Juga mereka yang sedang ditimpa kemalangan, itu pun harus menyertakan beberapa dokumen yang disyaratkan.
Kata dia, keadaan seperti itu harus dipahami bersama-sama bahwa pada akhirnya masyarakat Indonesia harus bisa berdaptasi dengan keadaan yang baru. Ada beberapa hal baru yang harus ditegakkan di tengah rutinitas yang selama ini dikerjakan.
Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa tidak semua aktivitas dilarang, namun dikurangi atau diganti penerapannya. Tidak ada sekolah di ruang kelas, namun diganti belajar di rumah. Tidak ada bekerja di kantor, namun bekerja dari rumah.
Pelaksanaan ibadah pun terkena imbas. Upacara keagamaan dan ibadah yang lainnya harus dilakukan di rumah. Tidak ada kerumunan, karena hal itu sangat berpotensi terjadi penularan COVID-19.
Beberapa bentuk perubahan atau transformasi baru inilah yang kemudian melahirkan istilah “New Normal”, yakni perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan virus corona jenis baru, penyebab COVID-19.
“Prinsip yang utama adalah harus bisa menyesuaikan pola hidup. Secara sosial, kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk, new normal, atau kita harus beradaptasi dengan beraktifitas, dan bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan, dan bekerja, dan sekolah dari rumah,” jelas Wiku.
Secara sosial disadari bahwa hal ini juga akan berpengaruh. Sebab ada aturan yang disebutkan dalam protokol kesehatan untuk menjaga jarak sosial dengan mengurangi kontak fisik dengan orang lain.
Profesor Wiku menjelaskan bahwa kehidupan dapat kembali normal setelah vaksin ditemukan dan dapat dipakai sebagai penangkal virus corona jenis baru itu.
“Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya vaksin untuk COVID-19 ini,” tambahnya.
Menurut Wiku, beberapa ahli dan pakar dunia telah memastikan bahwa kemungkinan paling cepat ditemukan vaksin itu adalah tahun depan. Artinya kemungkinan terbesar masyarakat harus hidup secara “New Normal” sampai tahun depan, bahkan bisa lebih.
Dalam hal ini, pemerintah pastinya berharap agar vaksin itu tidak sampai harus dikonsumsi untuk mengobati COVID-19 yang dijangkit oleh masyarakat Indonesia.
Dengan kata lain, pemerintah berharap bahwa penularan virus corona jenis baru di tengah masyarakat itu dapat diputus sebelum vaksin itu ditemukan.
Di sisi lain, Pemerintah juga berharap bahwa sebelum vaksin di temukan, masyarakat dapat kembali hidup “normal” setelah menerapkan “New normal” dengan disiplin tinggi dan bergotong-royong agar terbebas dari COVID-19.
“Tapi, kita harus berpikiran positif, karena Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong royong, nah, marilah kita gotong royong untuk merubah perilaku bersama,” jelas Wiku.