Lontar.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa ketentuan salat Idul Fitri di rumah, baik berjemaah maupun sendiri (munfarid).
Salat Idul Fitri hukumnya sunah muakad (sangat dianjurkan) dan disunahkan dilakukan di tanah lapang, masjid, atau musala secara berjemaah. Namun dalam situasi sekarang, fatwa MUI menyampaikan ketentuan spesifiknya.
Bila seseorang berada di kawasan yang masih rawan penyebaran COVID-19 atau di kawasan yang tidak aman dari COVID-19, salat Idul Fitri bisa dilaksanakan di rumah masing-masing.
“Salat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjemaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), terutama yang berada di kawasan penyebaran COVID-19 yang belum terkendali,” kata MUI.
Jika salat Idul Fitri di masjid maupun di rumah, mesti juga melaksanakan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan, antara lain dengan memperpendek bacaan salat dan pelaksanaan khotbah.
Catatannya begini, jika salat Idul Fitri berjemaah di rumah, ada jumlah minimal dalam salat berjemaah, yakni 4 orang. Rinciannya, 1 orang imam dan 3 orang makmum.
Bila jumlahnya kurang dari empat orang, tetap boleh salat berjemaah dan khotbah tidak wajib dilakukan bila tidak ada yang bisa berkhotbah.
Ketentuan salat Idul Fitri di rumah
- Dapat dilakukan secara berjamaah dan dapat dilakukan secara sendiri.
- Jika salat Idul Fitri dilaksanakan secara berjemaah, maka ketentuannya sebagai berikut:
a. Jumlah jemaah yang shalat minimal 4 orang, satu orang imam dan 3 orang makmum.
b. Kaifiat salatnya mengikuti ketentuan angka III (Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjemaah) dalam fatwa ini.
c. Usai salat Id, khatib melaksanakan khotbah dengan mengikuti ketentuan angka IV dalam fatwa ini.
d. Jika jumlah jemaah kurang dari empat orang atau jika dalam pelaksanaan salat jemaah di rumah tidak ada yang berkemampuan untuk khotbah, maka salat Idul Fitri boleh dilakukan berjamaah tanpa khotbah.
3. Jika salat Idul Fitri dilaksanakan secara sendiri (munfarid), maka ketentuannya sebagai berikut:
a. Berniat salat Idul Fitri secara sendiri.
b. Dilaksanakan dengan bacaan pelan (sirr).
c. Tidak ada khotbah.
Pada poin nomor 2b disebut kaifiat (cara khusus) salat Idul Fitri dijelaskan pada ketentuan angka III.
Ketentuan angka III menjelaskan kaifiat salat Idul Fitri disunnahkan membaca takbir, tahmid, dan tasbih sebelum salat.
Salat dimulai dengan menyeru ‘ash-shalata jami’ah’, tanpa azan dan ikamah. Selanjutnya, memulai salat dengan niat salat Idul Fitri, membaca takbiratul ihram, membaca takbir tujuh kali di luar takbiratul ihram dan di antara tiap takbir dianjurkan membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Setelah takbir tujuh kali itu, salat dilanjutkan dengan membaca surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.
Rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti salat biasa.
Pada rakaat kedua sebelum membaca Al-Fatihah, disunnahkan takbir lima kali sambil mengangkat tangan, di luar takbir saat berdiri (takbir qiyam), dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ.
Tahap selanjutnya adalah membaca Surah Al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran. Ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam. Setelah salam, disunnahkan mendengarkan khutbah Idul Fitri.