Lontar.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan membentuk patroli siber di setiap kabupaten/kota guna mendukung pengawasan kampanye di media sosial (medsos).
Rencana itu disampaikan oleh anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, Kamis, 18 Juni 2020 dalam diskusi daring Rekomendasi Kebijakan Mengenai Regulasi Pemilu dan Pilkada di Indonesia terkait Kampanye Politik di Media Sosial.
Kata Fritz, jika ditemukan adanya ujaran kebencian atau kampanye hitam, maka Bawaslu segera meminta kepada platform medsos tersebut untuk menurunkannya.
“Kami Bawaslu akan membentuk tim siber di masing-masing Bawaslu Kabupaten/Kota, sehingga proses pelaporan (pelanggaran) kepada platform medsis busa segera di-‘take down’ dengan cepat,” kata Fritz, seperti tertulis dalam rilis.
Sayangnya, kata pria lulusan master hukum dari Universitas Erasmus, Belanda tersebut, UU Pilkada 10/2016 tidak mengatur apa saja larangan berkampanye di medsos. Baginya hal itu sangat berbeda dengan UU Pemilu 7/2017 yang banyak mengatur soal kampanye melalui medsos.
“Memang ada kemunduran dalam UU Pilkada (jika dibandingkn dengan UU Pemilu) terkait dengan kampanye di sosial media dan hal itu yang perlu menjadi ‘awareness’ kita,” harapnya.
Selain itu, dalam Peraturan KPU (PKPU) pemilihan (pilkada) dalam bencana juga tidak ada pembatasan kampanye yang dilakukan melalui daring, yang ada dibatasi hanyalah rapat umum. “Bagi Provinsi (Pilgub) hanya boleh dilakukan dua kali dan satu kali untuk Kabupaten/Kota (yang menggelar pilbup dan pilwalkot),” ujarnya.
Tak hanya larangan kampanye di medsos yang belum diatur secara jelas, Fritz menyatakan, larangan kampanye secara umum berdasarkan UU Pilkada 10/2016 saja hanya ada dalam Pasal 69. Sehingga, lanjutnya, jika ditemukan pelanggaran lain misalnya terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maka diteruskan kepada pihak lain yang berwenang misalnya kepolisian. “Hal itu karena dalam melakukan tugasnya, Bawaslu terikat pada UU yang terkait, misalnya untuk pemilihan kepala daerah Bawaslu bekerja sesuai dengan UU Pilkada 10 Tahun 2016,” tunjuknya.
“Meski peran Bawaslu sangat diharapkan dalam melakukan fungsi pengawasan dan penindakan, tetapi kewenangannya terbatas hanya dalam Pasal 69 UU 10/2016 semata. “Itulah kenapa kerja sama Bawaslu dengan pihak Kepolisian (diperlukan) untuk melakukan penindakan, apabila ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang terkait dengan UU lain,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu Fritz mengucapkan terima kasih kepada Facebook yang telah memberikan penyelenggara pemilu/pillada (KPU dan Bawaslu) jalur khusus dalam melaporkan ujaran kebencian untuk segera dihapus konten tersebut. Walaupun, dia mengakui, masih ada perbedaan makna ujaran kebencian antara Bawaslu dengan platform sosial media.
“Terima kasih untuk Facebook yang memberikan Bawaslu dan KPU jalur khusus, untuk melaporkan apabila ditemukan dugaan ujaran kebencian (dalam kampanye), meskipun sebenarnya kita masih memiliki perdebatan yang panjang apa itu ujaran kebencian,” tuturnya.