Lontar.id – Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah, untuk kembali mengganti Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar, dinilai merupakan sesuatu yang lucu, sebab dia sendiri yang memilih lalu kemudian menggantinya.
Penilaian itu disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Andi Ali Armunanto, Kamis, 25 Juni 2020.
“Kan lucu, gubernur sendiri yang tunjuk, lalu gubernur sendiri yang berhentikan. Anehnya lagi, sebelum diberhentikan banyak terjadi misalnya gubernur menyalahkan Pj Wali Kota untuk hampir semua hal di Makassar. Termasuk pandemi Corona,” jelasnya.
Andi Ali Armunanto juga berpendapat bahwa kesalahan bukan pada Pj Wali Kota Makassar, tetapi pada orang yang memilih. Khususnya tentang kapasitas orang yang dipilih atau ditunjuknya.
Ali juga melihat bahwa salah satu penyebab kondisi di Kota Makassar seperti saat ini adalah sikap gubernur yang terlalu jauh mencampuri urusan pemerintah kota, sehingga kemudian terjadi konflik kepentingan antara posisi gubernur dengan posisi pj wali kota.
“Siapapun pj wali kota-nya, kalau gubernurnya tidak tahu menempatkan diri sebagai gubernur, hasilnya tetap akan sama. Yang paling kita soroti kan kegagalan Sulsel menghadapi korona ini. Makassar sampai menjadi parah begini, kalau dirunut-runut, ini kan karena guberurnya yang tidak konsisten, bukan pejabatnya yang bermasalah sebenarnya,” urainya.
Sementara, pengamat politik pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Luhur Andi Prianto, menyatakan pendapat yang hampir sama.
Pergantian-pergantian seperti ini, kata dia, hanya akan semakin memperlihatkan kualitas kepemipinan Gubernur Sulsel yang less-direction (kekurangan arah) dalam mengawal transisi pemerintahan di Kota Makassar yang .
“Warga Makassar disuguhi kepemipinan less-direction dan penuh ketidakpastian. Semua dibangun berbasis interest politik elektoral. Penjabat Wali kota yang datang dan pergi memang bukan pilihan warga kota,” ucapnya.
Sejatinya, menurut Luhur, Makassar butuh pemimpin yang mampu menggerakkan solidaritas sosial lintas-batas, membangun kolaborasi dan punya strategi jitu untuk bersama melawan pandemi.
Dia juga mengibaratkan yang terjadi di Kota Makassar saat ini seperti permainan sepak bola. Biasanya, striker pengganti yang dimasukkan dianggap lebih bagus menjalankan instruksi pelatih. Kecuali, memang sang pelatih yang tidak punya instruksi dan strategi permainan yang jelas.
“Dan ini bikin bingung penonton, striker sementara bertarung di lapangan melawan wabah, kenapa tiba-tiba diganti? Meskipun sebenarnya, tidak hal yang betul-betul tiba-tiba dalam permainan,” urainya.