Lontar.id – Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Kesehatan mengadakan pertemuan bilateral secara virtual dengan pihak Taiwan yaitu Ministry of the Interior (MoI) dan Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei di Indonesia (TETO), Kamis, 8 April 2021.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani dan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, hadir dalam pertemuan ini. Benny menyatakan bahwa dalam pertemuan tersebut membahas penundaan sementara penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Taiwan dan implementasi Peraturan BP2MI No. 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan.
“Pihak Taiwan secara tegas menyatakan bahwa penundaan sementara penempatan PMI ke Taiwan adalah karena alasan Covid-19 di Indonesia, bukan karena alasan yang lain. Ada sekitar 6.000 CPMI yang saat ini tertunda keberangkatannya. Sudah saya sampaikan pula dalam pertemuan tadi bahwa Pemerintah Indonesia sangat serius dalam hal penanganan Covid-19 di Indonesia, salah satunya dengan menjadi salah satu negara terdepan dalam pemberian vaksin Covid-19 bagi penduduknya,” jelas Benny dalam Konferensi Pers yang berlangsung di Media Center BP2MI, Jakarta.
Poin penting yang lain adalah terkait adanya salah satu penerbitan visa yaitu Surat Pernyataan Biaya Penempatan Calon PMI ke Taiwan untuk Pekerja Perawat Bayi/Perawat Jompo/Penata Laksana Rumah Tangga, pihak Taiwan menyatakan bahwa dokumen tersebut bukan merupakan dokumen resmi atau telah terjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
“Inilah yang menyebabkan adanya praktik overcharging sekitar Rp 33 juta yang sangat memberatkan PMI. Surat ini sudah berlaku lama dan digunakan di lapangan. Tertulis di sini ada agency fee senilai Rp 24-30 juta yang dibebankan kepada PMI dengan pemotongan gaji selama 3 tahun. Surat ini ditandatangani oleh 6 pihak, yakni perusahaan (PT), CPMI bersangkutan, pihak perbankan (BNI), UPT BP2MI, agency dari Taiwan, dan user atau pengguna. Saya tidak akan segan-segan menyeret pelaku yang terlibat dalam penyalahgunaan dokumen ini, saya akan secara resmi meminta Bareskrim untuk melakukan investigasi, siapa saja yang terlibat dalam hal ini,” tegas Benny.
Pihak Taiwan menyatakan tidak ada agency fee, namun itu merupakan jasa perusahaan untuk memberikan pelayanan kepada PMI yang sifatnya fleksibel. Mengenai ini, BP2MI akan serius dan membahas lebih lanjut dengan pihak Taiwan.
Mengenai pembebasan biaya penempatan, Benny menyampaikan bahwa peraturan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab BP2MI terhadap UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya pada Pasal 30 terkait pembebasan biaya penempatan bagi Calon Pekerja Migran Indonesia.
“Peraturan tentang pembebasan biaya penempatan ini bertujuan untuk meringankan beban yang selama ini ditanggung oleh para Calon PMI. Saya juga ingin meluruskan bahwa biaya-biaya yang dibebaskan itu tidak dibebankan kepada user atau pengguna, namun kepada pemerintah daerah (pemda) di Indonesia, yang mencakup biaya pelatihan dan uji kompetensi,” tambah Benny.
BP2MI dijelaskan oleh Benny, telah melahirkan memiliki 2 skema antisipasi hal tersebut, yaitu dengan ditanggung seluruhnya oleh Pemda atau bisa juga menyiapkan pinjaman lunak langsung dari perbankan kepada Calon PMI dengan memastikan bahwa yang bersangkutanlah yang langsung melakukan peminjaman.
“Saya sudah menyampaikan hal ini kepada Pemda melalui sosialisasi ke berbagai daerah. Kami sudah mulai dari Provinsi Jawa Timur, Lampung, NTB, Jawa Barat, dan besok akan ada di Jawa Tengah. Semuanya adalah daerah kantong PMI,” tutur Benny.
Ke depannya akan diadakan lagi pertemuan dengan pihak Taiwan yang diharapkan mendapatkan kepastian tentang waktu dibukanya kembali penempatan PMI ke Taiwan.
“Saya sampaikan juga bahwa hubungan Indonesia dengan Taiwan harus setara, sejajar, dan saling menghormati, karena kita sama-sama saling membutuhkan,” tutup Benny.