Lontar.id – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menginstruksikan semua dinas terkait untuk mengambil langkah agar kasus kekerasan seksual tidak terjadi, khususnya di Jawa Tengah.
Ganjar menjelaskan ini momentum yang tepat untuk serius memperhatikan banyak persoalan terkait perempuan dan anak.
Ditambah lagi, dalam beberapa waktu terakhir banyak peristiwa kekerasan seksual dan perundungan yang diberitakan. Apalagi di Jawa Tengah juga ditemukan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru, yakni di Cilacap.
“Kemarin saya minta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, kerja kita nampaknya harus lebih keras lagi. Dinas pendidikan saya minta kumpulkan semua guru dan kepala sekolah, nggak boleh ada lagi cerita seperti ini,” kata Ganjar, seusai menjadi narasumber pada acara “Ngobrol Penak Sareng Mas Ganjar dalam rangka memperingati Hari Ibu, di Gedung Grhadhika Bhakti Praja, Kamis, seperti tertulis dalam rilis.
Ganjar meminta agar di setiap ruang publik atau yang sulit dijangkau agar dipasang CCTV. Sebab, beberapa kasus kekerasan seksual tersebut dilakukan di tempat yang seharusnya anak merasa nyaman.
“Kalau perlu pasang CCTV di sekolah-sekolah itu. Kalau tidak kita akan kecolongan, bahkan di tempat yang seharusnya anak merasa nyaman pun itu menjadi tempat yang berbahaya,” katanya.
Selain itu Ganjar juga menyampaikan, isu perempuan yang hari ini mulai banyak diangkat dan dibicarakan adalah kondisi tekanan ekonomi. Ia mendorong perempuan untuk bangkit dan kebangkitan itu penting untuk mendapatkan pendampingan dari pemerintah.
“Hari ini hal yang lebih praktis kegiatan kita untuk mendorong agar mereka bisa bangkit dari keterpurukan apalagi ekonomi. Banyak pelatihan dibuat, pendampingan dilakukan, akses permodalan dilakukan. Bahkan pendataan dilakukan dari Dinas Perempuan dan Anak, terus kemudian kita kawinkan dengan Dinas Koperasi UKM lalu dibuat pelatihan termasuk pekerja migran, khususnya dari perempuan itu dari Dinas Tenaga Kerja. Itu yang coba kita dorong,” jelasnya.
Terkait kesetaraan gender, Ganjar menilai kesadaran itu harus dibangun bersama. Pemahaman dalam proses pengambilan keputusan juga harus memperhatikan kesetaraan gender. Misalnya di Jawa Tengah dalam Musrenbang selalu melibatkan dan mendengarkan masukan dari kelompok perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Adapun dalam dialog itu Ganjar juga mendengarkan cerita dari Sulyati, perwakilan ibu-ibu dari Kendal, dan Rima Astuti dari pendamping perempuan pekerja informal. Sulyati menyampaikan, di desanya sangat kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan dan lainnya. Desa Gempol Sewu, Kendal, terpisahkan sungai sehingga harus menggunakan perahu untuk mengakses fasilitas umum, seperti Puskesmas, rumah sakit, pendidikan, dan lainnya.
“Tadi ada pertanyaan dan permintaan, Pak Ganjar saya itu tidak punya fasilitas kesehatan yang baik maka banyak orang melahirkan dalam perjalanan, di transportasi seadanya begitu, mungkin perlu juga dibuat jembatan. Tadi kalau tidak salah di Kendal. Untuk yang seperti ini langsung saya minta dinas untuk menindaklanjuti,” jelasnya.
Sementara, dari pendamping pekerja perempuan dari sektor informal menyampaikan bahwa mereka yang kerja di rumah merasa kesulitan untuk mengakses BPJS.
“Tentu saja fasilitas dari pemerintah menjadi penting. Saya kira dalam trend politik ke depan isu terkait perempuan dan anak ini perlu mendapatkan perhatian serius,” tandasnya.