Lontar.id – Pembangunan Tol Semarang-Demak seksi 1, yakni Kaligawe-Sayung sepanjang 10,64 km memiliki masalah utama berupa permasalahan lahan.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris BPJT Triono Junoasmono pada saat kunjungan kerja (Kunker) Komisi V DPR RI ke Tol Semarang-Demak Seksi 2, Jawa Tengah pada Kamis, 27 Januari 2022, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian PUPR, Jumat, 28 Januari 2022.
Triono mengatakan Jalan Tol Semarang-Demak terdiri dari 2 seksi yakni Seksi 1 Kaligawe-Sayung sepanjang 10,64 km dengan sumber pendanaan dari Pemerintah (Loan Cina) sebesar Rp10,9 T dan baru terkontrak 24 Januari 2022. Seksi 2 Sayung- Demak sepanjang 16,31 km dari BUJT dengan biaya sebesar Rp4,3 T dan progres fisik 70%.
“Seksi 1 sepanjang 10,64 km baru terkontrak dengan ditargetkan selesai konstruksi akhir tahun 2024 dan akan beroperasi pada awal tahun 2025. Seksi 2 memiliki progres fisik 70% dengan ditargetkan selesai akhir tahun 2022 dan beroperasi pada awal tahun 2023. Masalah utama Seksi 1 adalah masalah lahan karena sebelumnya ada tanah sekarang jadi laut atau tanah musnah,” kata Triono.
Tol itu, kata dia, nantinya juga bermanfaat untuk mengurangi dampak banjir rob yang sering terjadi kota Semarang. Hal tersebut disampaikan oleh
Sementara, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Tengah – D.I.Yogyakarta Wida mengatakan, permasalahan pada Seksi 1 yaitu ada tanah bersertifikat milik warga yang sudah tertutup oleh air laut sehingga menyulitkan proses pembayaran ke warga yang bersangkutan.
“Di Seksi 1 terdapat 5 kepemilikan sertifikat tanah, namun tertutup oleh air laut. Tanah tersebut tidak bisa dibayarkan seluruhnya karena tidak dimungkinkan untuk pengukuran.” ucapnya.
Kabid Pengadaan Tanah Kanwil Jateng, Diah mengatakan penetapan tanah musnah di kota Semarang dan kab. Demak dalam tahap investarisasi, identifikasi, dan pengkajian.
“Khusus untuk penanganan tata cara penetapan tanah musnah untuk kota Semarang dan kab. Demak sudah dilaksanakan dalam tahap investarisasi, identifikasi, dan pengkajian. Tim terdiri dari BPN dan instansi teknis terkait seperti pengairan, pertanian dan lainnya. Kami diberi waktu 90 hari namun terkendala karena belum tahu besaran pembayarannya berapa persen sehingga menunggu Perpres. Kami berharap kepada instansi dan stakeholder terkait agar mendorong Perpres segera diterbitkan,” kata Diah.