Lontar.id – Keanekaragaman budaya, agama, ras, suku, bahasa di Indonesia tak ada yang bisa sangsikan, hal inilah yang menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara dengan kekayaan yang tidak dimiliki oleh negara Asia hingga Eropa. Negara yang terdiri dari ribuan pulau-pulau ini, dihuni oleh berbagai macam suku kebudayaan masing-masing. Lewat kebudayaan yang tumbuh di lingkungan masyarakat setempat, melahirkan satu corak tradisi yang unik dan tidak dimiliki oleh masyarakat lain.
Tradisi masyarakat setempat, terus bertumbuh setiap generasinya, mereka mewariskannya secara turun temurun dari nenek moyang hingga terlestarikan dengan baik. Meskipun tantangan kebudayaan masyarakat saat ini adalah pesatnya kecanggihan teknologi merambah dalam kehidupan masyarakat setiap harinya, sehingga tradisi masyarakat, terutama tradisi ekstrem mulai ditinggalkan.
Demikian dengan institusi pendidikan dan agama, pemikiran masyarakat mulai terbuka lewat pengatahuan dan mulai meninggalkan ajaran nenek moyang. Terlebih lagi pengaruh ajaran keagamaan, yang melibas tradisi masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai suci didalamnya.
Apakah dengan kemajuan teknologi terkini di masyarakat, tingkat pendidikan hingga pengaruh agama, masyarakat sudah benar-benar meninggalkan sejarah kebudayaannya?
Bagi sebagian wilayah di Indonesia, komponen eksternal sangat mempengaruhi perubahan kebudayaan masyarakat terutama di wilayah perkotaan, apalagi ditengah gempuran budaya luar seperti fashion, gaya hidup, pergaulan sehari-hari hingga pilihan menu makan. Tak jarang kehidupan indivualistik dan hedonisme menjamur dan merasuk di masyarakat perkotaan, menjadi satu kebudayaan tersendiri.
Namun disebagian wilayah Indonesia, terutama bagi suku Dani yang mendiami Wilayah Lembah Baliem di Pegunungan Tengah Papua. Mereka tersebar di Kabupaten Jayawijaya serta sebagian di Kabupaten Puncak Jaya. Suku Dani di Papua mempunyai satu tradisi yang masih terus menerus diwariskan oleh generasinya selanjutnya hingga saat ini.
Suku Dani mempunyai tradisi yang bisa disebut sangat ekstrem, bagi penduduk di luar dari mereka. Tapi bagi suku asli Papua ini, dianggap sebagai satu perayaan yang mesti dilakukan ketika tiba masanya. Nama tradisiya yaitu Iki Palek atau biasa dikenal sebagai tradisi pemotongan jari oleh kelaurga yang ditinggalkan.
Memang kedengarannya cukup aneh, mengapa jari-jari yang biasa digunakan untuk mengerjakan segala hal, itu harus di potong. Seorang yang kehilangan salah satu jarinya, akan kehilangan satu fungsi organ tubuhnya dengan baik, ia akan mengalami kesulitan untuk mengerjakan suatu hal sederhana saja, seperti mengangkat dan memindahkan barang.
Tapi demikian lah tradisi masyarakat, apa yang dianggap orang luar tidak baik untuk dilakukan bahkan merusak sebagian organ tubuh. Akan tetapi bagi suku masyarakat Dani, bukanlah suatu perkara yang perlu ditangisi atau merasa kehilangan fungsi organ tubuh jika salah satu jarinya harus di potong.
Dalam sebuah skripsi yang ditulis Nancy Imelda Nahuway tentang “Kehidupan Suku Dani di Atas Kulit Kayu Kombouw” menuliskan. Masyakarat suku Dani, akan melakukan tradisi Iki Palek saat ada anggota keluarganya meninggal dunia. Kehilangan keluarga meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi orang-orang yang mencintainya. Bagi mereka, keluarga adalah segala-galanya dan cara untuk mengungkapkan kesedihan karena kehilangan yaitu dengan cara memotong salah satu jari sebagai simbol hati dan jiwa hancur.
Jari tangan dianggap sebagai simbol harmoni, persatuan, dan kekuatan, demikian dengan kehidupan keluarga. Maka tak jarang ketika salah satunya meninggal maka satu jarinya akan di potong, begitupun seterusnya hingga menyisahkan ibu jari.
Namun uniknya, yang biasa melakukan tradisi Iki Palek justru hanya dilakukan dari kalangan perempuan. Kesedihan karena ditinggalkan oleh keluarga, tak hanya cukup dirapai melalui tangisan atau pergi menyendiri di suatu tempat. Melainkan dengan cara memotong jari sendiri adalah simbol terbesar ungkapan kesedihan suku masyarakat Dani Papua.
“Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik. Suku Dani di wajibkan memotong jari mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah simbol dari saikit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarga,” tulisnya
Suku Dani yang melakukan tradisi Iki Palek, tidak punya aturan khusus mengenai perkakas yang mereka gunakan, asalkan salah satu jarinya bisa terpotong. Berbekal perkakas seadanya seperti kapak terbuat dari batu keras dan tumpul juga dengan bambu runcing, dapat juga digunakan, meski saat memotong rasa sakitnya tidak terbayangkan.
Darah keluar dari nadi mengucur jatuh ke tanah, setelah itu mereka menggunakan obat-obat tradisonal olahan sendiri lalu diikat dengan sejenis daun untuk menghentikan aliran darah yang keluar. Terkadang, jika tidak menggunakan perkakas kapak batu, suku Dani melakukan dengan cara yang sangat ekstrem yaitu dengan menggigit hingga jarinya terputus. Ada juga yang mengikat jarinya, supaya darah tidak mengalir, setelah beberapa hari baru lah di potong agar menguragi rasa sakit.
Tradisi Iki Palek suku Dani memang masih ada hingga saat ini, tak jarang perempuan di sana kehilangan jari atau bahkan kehilangan semuanya. Namun setelah berkembangnya dunia pendidikan dan agama, tradisi ini mulai mengikis dan ditinggalkan sedikit demi sedikit. Anak-anak mereka sebagiannya dimasukan ke institusi pendidikan, cara berpikirnya mulai terbuka dan dari mereka tradisi tersebut mulai hilang dan juga pengaruh dari faktor eksternal.