Lontar.id – Rangkaian tahap debat calon presiden dan wakil presiden memasuki babak akhir yaitu di sesi ke-4. Prabowo dan Jokowi akan kembali dipertemukan dalam forum yang dipandu Retno Pinasti dan Zulfikar Naghi di Hotel Shangri-LA Jakarta, malam ini. Topik yang diangkat seputar Ideologi, pemerintah, pertahanan, keamanan dan hubungan internasional.
Kedua capres diyakini menguasai topik yang diangkat, misal Prabowo sudah berkecimpung lama dan malang melintang di dunia militer hingga memimpin Kopassus, sebuah pasukan khusus Indonesia. Pengalaman Prabowo ini tentu akan dimanfaatkan dengan baik pada saat menjawab pertanyaan moderator hingga apa yang akan ia lakukan ketika terpilih sebagai presiden.
Demikian dengan Jokowi sebagai petahana, pengalamanya menjadi presiden selama satu periode terakhir ini. Sebagai presiden tentu tak bisa diragukan lagi, ia memimpin semua institusi dan memberikan perintah terutama masalah pertahanan dan keamanan negara. Kendati demikian, isu miring Jokowi soal ideologi usang komunis hingga dikaitkan sebagai kader partai terlarang ini. Meski dalam berbagai kesempatan Jokowi membantah bahwa dirinya bukanlah kader partai komunis.
Ketua Presidium Indonesian Police Watch, Neta S Pane memberikan catatan pada gelaran debat capres tahap ke-4 ini, bahwa kedua capres perlu memberikan penjelasan dan jawaban pada masyarakat luas tentang isu-isu seputar radikalisme yang dianggap mengancam bhineka tunggal ika. Isu tersebut dikatakan Neta S Pane mendapatkan angin segar bahkan sampai jauh dikatakannya mendapatkan angin segar di pilpres 2019, dengan melingkar di paslon yang bertarung saat ini.
“Kedua capres harus menjelaskan, kenapa kelompok radikal yang anti ideologi Pancasila bisa terakomodir, bahkan mendapat angin dalam eforia Pilpres 2019. Sehingga kelompok radikal itu bebas mengibarkan semangat anti bhineka tunggal Ika,” kata Neta S Pane, Sabtu (30/3/2019).
Dikatakannya, kelompok radikal anti pancasila semakin tumbuh besar dan mendapatkan peluang besar setelah menyatakan diri kelompok mereka berada pada paslon dukungannya. Kelompok tersebut ke depan akan semakin berkembang biak, jika sekarang tidak mengambil langkah strategis menghentikan kelompok radikal ini.
Demikian juga dengan eks teroris seolah berlindung di belakang paslon, padahal mereka punya misi sendiri kedepan yaitu mengganti ideologi pancasila. Namun capres yang didukung kelompok radikal tidak menyadari jika dirinya sedang ditunggangi untuk kepentingan kelompok mereka.
Menjadi tugas kepolisian mendeteksi dan menjaga menyebarnya kelompok radikal yang berkamuflase pada salah satu paslon di pilpres 2019. Tugas ini dianggapnya memang tidak mudah, karena jika kepolisian melakukan penindakan terhadap mereka, dianggap tidak netral sebab mengganggu kantung suara paslon.
“Kelompok ini seolah berperan penting untuk memenangkan capres tsb. Padahal manuver kelompok ini merupakan potensi ancaman keamanan, apalagi kelompok ini makin nekat melakukan aksi door to door,” ujarnya