Lontar.id – Hari ini warga Indonesia sedang merayakan pesta demokrasi lima tahunan, yaitu memilih calon Presiden, DPR dan DPD. Sebagai sebuah pesta, tentu semua orang larut dalam kegembiraan dan bahagia, memilih sesuai dengan hati nurani, bukan karena diimingi sejumlah uang dan sembako. Sebab jika demikian malah menyebabkan demokrasi rusak dan porak-poraknda.
Dua capres yang maju yaitu Joko Widodo berpasangan dengan Ma’ruf Amin (Jokowi-Ma’ruf) dan Prabowo Subianto menggandeng Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi). Kedua capres tersebut masing-masing merebut suara rakyat lewat pemilu yang jujur dan adil.
Di milis media sosial sudah ramai beredar hasil perhitungan yang menujukkan hasil pemilihan kedua capres. Di zaman yang serba instan dan cepat lewat teknologi, kita tidak mengalami kesulitan mengetahui berapa perolehan suara hasil pemilu di daerah-daerah terpencil. Masyarakat yang mengikuti dan memantau pemilu memposting hasil perhitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), melalui media Facebook, Twitter dan Instagram pribadinya.
Postingan tersebut menujukkan bahwa masyarakat sudah melek dengan pemilu dan tidak antipati, sebab lewat teknologi sangat sukar rasanya jika ada sekelompok oknum yang akan melakukan kecurangan.
Tulisan ini saya tidak membahas tentang kecurangan pemilu yang kerap terjadi dibeberapoa daerah, melainkan animo masyarakat memilih kandidat dan memposting di media sosialnya.
Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, saya selalu tidak berada di kampung saya untuk memberikan hak suara, yaitu datang ke TPS dan memilih kandidat yang saya suka. Tapi tidak jadi masalah buat saya, sebab ini juga merupakan bagian dari risiko yang saya ambil karena tuntutan bekerja di luar daerah.
Beberapa teman saya memposting hasil perhitungan suara di beberapa TPS terutama di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam postingan yang tersebar di media sosial, menunjukkan pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandi unggul disejumlah TPS. Prabowo mendapatkan suara yang cukup signifikan ketimbang Jokowi-Ma’ruf. Hampir dibeberapa TPS, jarak suara Prabowo dengan Jokowi sangat jauh dan perbedaanya sangat mencolok.
Saya mencoba bertanya pada beberapa teman saya yang memposting hasil perhitungan di TPS, alasan mereka sama. Selain mereka bangga pada Prabowo meraih suara signifikan, mereka khawatir jika hasil perhitungan nanti berbeda atau dicurangi. Kekhawatiran seperti itu saya pikir wajar, sebab pendukung paslon menginginkan kandidatnya menang di pilpres.
Memang seperti diketahui, pemilih di NTB pada pemilu 2014 lalu merupakan mayoritas pemilih Prabowo. Presentasi suara Prabowo mencapai 72 persen sedangkan Jokowi hanya meraup angka 27 persen. Apalagi melihat animo pemilih di NTB lebih menerima capres Prabowo-Sandi, maka diprediksikan suara Prabowo-Sandi jauh melampaui hasil Pilpres 2014 lalu.
Jika melihat dari karakter Prabowo yang tegas dan pidatonya yang lantang, ada kesamaan dengan karakter masyarakat NTB yang cenderung keras tapi hatinya lembut. Keras bagi mereka, merepresentasikan kepribadian orang yang berada di wilayah Indonesia bagian timur. Maka tidak heran jika pemilihan 2019 ini, Prabowo akan mendapatkan suara yang cukup besar. Selain itu, pemilih cenderung mengikuti anjuran para ulama dengan keluarnya maklumat ijtimak ulama mendukung Prabowo-Sandi.