Jakarta, Lontar.id – Kalau mau benahi Pemilu (termasuk Pilkada), mulailah dari benahi Data Penduduk.
Indonesia termasuk negara terpadat populasi penduduknya, tapi tidak ada angka yang pasti jumlah penduduk Indonesia yg sebenarnya, antara instansi pemerintah sering berbeda data. Hanya Bang Haji Rhoma Irama yg bisa menentukan jumlah pasti penduduk Indonesia, lewat lagu dangdut.
e-KTP berbasis NIK yg diprogramkan sebagai amanah UU, tdk optimal, tdk sesuai harapan, krn anggaran yg besar menjadi ladang subur bagi para koruptor, yg pelakunya sdh banyak berbaju orange dan masih ada yg waiting list.
e-KTP dan NIK yg merupakan amanah UU No. 24 Thn 2014 ttg Administrasi Kependudukan. Di antaranya menyatakan data kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data kependudukan kabupaten/kota merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan, termasuk pelayanan publik serta pembangunan demokrasi.
Manipulasi Data Kependudukan, siapa yg punya kepentingan, siapa yg diuntungkan??
Pasti ada yg langsung teriaaakk, PILPRES atau CAPRES !!.
terlalu jauh. Dalam UU jelas disebutkan bahwa sumber data kependudukan kabupaten/kota merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan.
Nah, karena daerah banyak kepentingan dan keperluan berkaitan dgn anggaran pembangunan daerah, yg besarnya dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka daerah yg penduduk lebih besar akan memperoleh anggaran yang lebih besar dari pemerintah pusat. Daerah penduduk menengah dan kecil tentu berbeda juga jumlah anggaranya.
Banyak komponen anggaran dihitung berdasarkan satuan harga per jumlah penduduk suatu daerah. Bantuan pusat kepada daerah, banyak dikucurkan dihitung dari besaran jumlah penduduk.
Termasuk anggaran KPU/Bawaslu pusat dan daerah sebagai penyelenggaraan Pemilu & Pilkada, anggaran dihitung berdasarkan jumlah DPT, kalau DPT besar, pasti anggaran ikut besar.
Itu dari sisi anggaran.
Kalau dari aspek politik, jumlah penduduk suatu daerah, menentukan jumlah kuota, jatah kursi perwakilan daerah di parlemen daerah dan pusat (DPRD kab/kota, provinsi dan DPR RI/DPD RI). Banyak daerah (hampir semua) dgn “terpaksa” menambah jumlah penduduk supaya jatah kursi anggota DPRD kab/kota, provinsi dan DPR RI/DPD) daerah tersebut tidak berkurang bahkan kalau perlu bertambah kuota jumlah kursi di parlemen. Data penduduk disulap untuk mencukupkan kebutuhan tersebut. Banyak kepentingan yang terlibat dalam modifikasi data penduduk ini.
Masalah mulai terlihat setiap periodik, saat musim pilkada atau saat pemilu, itulah yang sering diributkan dlm setiap Pilkada maupun Pilpres, biasa disebut dgn istilah : DPT Ganda, Pemilih Siluman, NIK Ganda, dll.
Makanya kalau isu DPT Ganda, Pemilih Siluman, NIK Ganda, Mark Up Jumlah Pemilih dll., yg sering dipersoalkan pihak dlm sengketa di Bawaslu & MK, sdh klasik, sebenarnya itu tidak tepat lagi menjadi alasan sengketa, karena tidak bisa diketahui secara pasti siapa yg dicoblos, siapa diuntungkan dan dirugikan, bahkan orangnya juga tidak diketahui, mungkin cuma siluman atau setan gundul, tidak dapat diketahui dengan kejadian itu.
Kalaupun ditemukan pemilih ganda atau mencoblos lebih satu kali, itu kejadian biasa saja, pelaku dapat dipidana, dan di TPS yg bermasalah tersebut bisa lakukan PSU (Pemungutan Suara Ulang). Langsung diselesaikan dlm tahapan tersebut.
Jadi isu-isu DPT Ganda, Pemilih Siluman, NIK Ganda, Mark Up Jumlah Pemilih, seharusnya mulai dibenahi dari daerah masing-masing, krn tujuannya bukan semata-mata berkaitan dengan politik/pemililihan, tetapi menjadi persoalan bangsa yang sangat substansi untuk segera diatasi. Banyak anggaran dikorupsi krn data penduduk yang tidak benar.
Apapun yang diprogramkan pemerintah tdk akan berhasil secara maksimal dan tepat sasaran kalau data penduduk tidak riil atau hanya sekedar data bohong-bohongan, sekedar mendapatkan anggaran yang lebih besar dari pemerintah pusat.
Ujung-ujungnya pasti korupsi.
Ada daerah yang penduduk & pemerintahnya marah dan mengamuk krn tdk mau disebut daerahnya miskin, begitu dengar ada bantuan dari pemerintah pusat kepada daerah bagi warga miskin, tiba-tiba banyak yang jadi miskin.
Selamat berpuasa.
Penulis: Amirullah Tahir
Advokat/Pemerhati Pemilu.