Lontar.id – Selama ini, anak dengan HIV/AIDS (ADHA) maupun orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menerima stigma yang akhirnya menimbulkan beberapa diskriminasi seperti pembatasan akses terhadap sosial politik, ekonomi bahkan pendidikan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ciput Eka Purwianti, melalui rilis tertulis.
Olehnya itu, kata Ciput, Kementerian PPPA memiliki tugas untuk memastikan, bahwa ADHA tidak menerima diskriminasi dan mendapat perlindungan dari negara, masyarakat dan terutama keluarga.
Salah satunya dengan menggelar sosialisasi bertajuk Kilau Generasi Bebas HIV dan AIDS dengan tema “Masyarakat yang Membuat Perubahan” yang dikemas dalam berbagai kegiatan seperti senam bersama, games berhadiah, flash mob serta Power Talk sebagai ruang edukasi dan diskusi bagi masyarakat di sekitar area Car Free Day Sudirman, Minggu (08/11).
Ciput menjelaskan, selain faktor risiko kesehatan yang besar, ODHA juga sering menghadapi stigma negatif masyarakat yang keliru, serta pemahaman salah lainnya tentang penularan virus HIV. Terutama pada kelompok ADHA.
“Acara ini diselenggarakan, karena banyak anak-anak yang bukan keinginan mereka lantas terinfeksi HIV menerima stigma yang luar biasa berat sehingga mereka di diskriminasi. Bahkan beberapa kasus, ada anak yang tidak boleh sekolah, dikeluarkan dari sekolah, itu yang ingin kita lindungi,” jelas Ciput.
Dia menegaskan, apa pun dan dari siapa pun mereka mendapatkan atau terjangkit virus itu, tetap tidak boleh dijauhi, tapi harus kita rangkul.
Ciput juga memaparkan, bahwa tahun 2018, jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan sebanyak 46.659 (Data Kemenkes) dengan 1.320 kasus diantaranya adalah kasus HIV pada anak.
Banyaknya jumlah kasus ini perlu mendapat perhatian masyarakat terutama dari segi penghapusan stigma dan diskriminasi.
“Itu yang kita harapkan, masyarakat mengubah cara pandangnya, bahwa ODHA dan ADHA itu bisa diobati, sembuh mungkin tidak, karena virusnya menetap seumur hidup dalam tubuh di aliran darahnya, tapi dia bisa diobati dan dia punya harapan hidup yang sama dengan orang yang sehat,” kata Ciput.
Dalam diskusi Power Talk dengan tema yang menghadirkan empat narasumber diantaranya Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, Ciput Eka Purwianti, Pengurus Yayasan AIDS Indonesia Bernard, Wakil Ketua Gerakan Komite Gerakan Nasional Anti Narkoba (GANAS ANNAR) Majelis Ulama Indonesia Dr. Titik Haryati dan Putri Cherry sebagai salah seorang ODHA, keempatnya sepakat menyebut bahwa pentingnya peran dan perubahan pola pikir masyarakat sebagai salah satu kunci agar ODHA dan ADHA dapat terus hidup.