Jakarta, Lontar.id – Isu pengisian jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta, kembali berhembus lagi setelah usai pelaksanaan Pilpres 2019. Kursi 02 DKI Jakarta setelah ditinggalkan Sandiaga Salahuddin Uno (Sandi), alami kekosongan, berbulan-bulan lamanya. Sandi memilih berhenti setelah dilamar Prabowo Subianto (Prabowo) jadi calon wakil presiden.
Sandi luluh setelah proposal wakil presiden ada dihadapannya, jabatan wakil gubernur kalah mentereng ketimbang wakil presiden. Sandi bisa leluasa mengatur negara jika terpilih bersama Prabowo, tidak sebatas mengatur Jakarta saja. Melainkan negara meliputi 34 provinsi di Indonesia.
Ia diminta mendampingi Prabowo melawan petahana Jokowi-Ma’ruf, meskipun kursi 02 diperebutkan partai koalisi pengusung. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) satu-satunya yang getol mengincar kursi itu, dengan mengusul nama Salim Segaf Al Jufri.
Legitimasi mengusung Salim Segaf Al Jufri sebagai 02, juga dibuktikan dengan dikeluarkannya hasil rembuk para ulama, Ijtimak ulama. Ijtimak merekomendasikan namanya mendampingi Prabowo, namun pada akhirnya PKS harus legawa setelah Prabowo memilih Sandi sebagai wakilnya.
Untuk meredam keretakan partai koalisi, Prabowo melego kursi yang ditinggalkan Sandi agar ditempati PKS mendampingi Anies Baswedan. Sebab, Anies Baswedan dan Sandiaga merupakan politisi yang diusung Gerindra dan PKS pada Pilkada DKI Jakarta. Mereka berhasil mengalahkan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot).
Kini setelah Pilpres 2019 usai diselenggarakan dan hasil quick qount menunjukkan petahana Jokowi-Ma’ruf unggul, isu pergantian wakil gubernur DKI Jakarta kembali disuarakan lagi. Nama Sandi kembali disebutkan-sebut akan mendampingi Anies.
Kendati demikian, dua nama yang sudah ada di meja DPRD, Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu belum juga mengerucut ke salah satunya. Padahal prosesnya sudah berjalan berbulan-bulan lamanya bahkan sudah melewati rangkaian hari pencoblosan Pilpres. Tetapi belum ada kesepakatan siapa yang bakal resmi sebagai wakil gubernur.
Keterlambatan pergantian kursi wakil gubernur memang tak bisa disebut sebagai suatu unsur kesengajaan, karena ia melewati serangkaian prosedur di lembaga wakil rakyat. Namun melihat kondisi setelah pilpres, dimana Prabowo-Sandi kalah dalam quick qount, menunjukkan sejumlah tanda tanya.
Jika proses pergantian wakil gubernur memang sengaja diperlambat, sembari menunggu hasil pilpres. Jika Prabowo-Sandi menang, maka Gerindra akan sukarela melepasnya, namun sebaliknya. Gerindra bakal tetap memaksa Sandi akan kembali duduk di DKI Jakarta.
Apalagi, secara aturan. Tidak ada larangan jika Sandi kembali sebagai wakil gubernur. Persoalan secara etika melanggar, karena itu adalah jatah PKS. Tapi dalam politik, etika dan politik dua obyek yang berbeda.
Etika menyangkut baik dan tidak baik, sedangkan politik tidak menyangkut soal itu. Politik berbicara tentang merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan cara apapun, sekalipun harus mengesampingkan etika dan moral yang berlaku. Hal itu masih dalam batas kewajaran.
Peluang Sandi masih terbuka lebar, mengingat tidak adanya aturan yang dilabrak. Hal itu dikemukan Plt Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri, Akmal Malik Piliang.
“Tidak ada larangan di undang-undang Pak Sandi (maju wagub DKI). Cuma persoalannya dari awal sudah mundur dan legalitasnya dengan kepres,” Plt Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri, Akmal Malik Piliang.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid, dalam wawancara dengan media massa mengatakan tidak mempersoalkan jika Sandi mengambil kursi 02 DKI Jakarta. Sebab, PKS sejauh ini masih menyerahkan semuanya pada mekanisme di DPRD. Terlebih lagi, PKS sedang konsentrasi dengan perolehan suara PKS dan capres yang didukung.