Lontar.id – Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu mengkaji penggunaan teknologi dalam pengolahan data pelanggaran pemilu. Dalam hal ini Bawaslu bakal menyusun sistem informasi manajemen perkara yang diusulkan akademisi Universitas Diponegoro (Undip) Nur Hidayat Sardini sebagai tindak lanjut dari kerja sama yang telah dilakukan sebelumnya.
Dilansir laman resmi Bawaslu RI, Sabtu, 13 November 2021, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan pengelolaan data pelanggaran pemilu sangat penting sebagai penyusunan kebijakan, menyusun strategi pengawasan, menyiapkan pola penanganan pelanggaran. Yang lebih penting lagi sebagai informasi bagi publik.
“Oleh karena itu dalam rangka melahirkan kebijakan pengelolaan data yang baik di Bawaslu, tawaran ini kami terima dari biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran dan kita diskusikan secara mendalam dan bagaimana nanti usulan ini kita implementasikan agar pengelolaan data bisa mencapai taraf ideal, data yang mencakupi keseluruhan data yang dibutuhkan,” paparnya dalam Rapat Pengelolaan dan Optimalisasi Pengolahan Data Tindaklanjut Pada Pelanggaran Pemilu di Jakarta, Sabtu (13/11/2021).
Dewi menegaskan semua data penanganan pelanggaran itu harus dapat diolah dan disajikan secara. Menurutnya ini bukan pekerjaan mudah. Terlebih apabila berkaca pada pengalaman sebelumnya yang dilakukan secara manual seperti dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya. Pengolahan data membutuhkan kemampuan, kecepatan, dan keakuratan untuk menyajikannya.
Sebagai narasumber sekaligus pemrakarsa ide gagasan sistem informasi manajemen perkara, Nur Hidayat Sardini atau biasa disapa NHS ini memaparkan sudah saatnya Bawalsu harus membangun data secara sistematik. Gagasannya ini bermula dari tidak tersajinya data dan informasi pelanggaran administratif secara memadai dan memastikan sejak laporan/temuan diterima, diverifikasi administrasi dan materiil.
Kemudian, lanjut dia, pengolahan data yang dilakukan juga belum mencakup diregistrasi dalam buku induk, pemeriksaan pendahuluan, keputusan rapat pleno, untuk menindaklanjuti ke sidang berikutnya, sidang dan/atau rangkaiannya, pemeriksa sidang, asisten sidang, petugas teknik lainnya. Khusus putusan sidang, kata lelaki yang karib disapa NHS ini sudah tercatat dengan baik. Namun tindak lanjut pelaksanaan putusan sedemikian rupa belum tersaji dengan baik.
“Seluruh data harys tersaji dengan baik dan/atau mencerminkan uraian berbasis rumus 5W+1h dalam suatu tabel yang menyeluruh, sistematis, dan terintegrasi dan mencerminkan uraian per jenjang organisasi pengawas pemilu (sejak desa/kelurahan hingga pusat),” paparnya.
NHS menjelaskan sistem informasi manajemen perkara atau yang dia sebut CMIS, merupakan sistem yang tersistematis, tersentral dalam pangkalan data di Bawasli RI dan informasi dikelola secara menyeluruh. Prinsipnya setiap kasus atau perkara yang masuk dan ditangani jajaran Bawalsu harus memiliki riwayat masing-masing. “Jadi setiap kasus masuk kapan, dimama, siapa melakukan, apa, kapan, dimana, prinsip 5W+1H harus ada dalam narasi yang dibuat sejak dari pengawas pemilu paling bawah sampai atas. Semua harus punya riwayat,” sebut mantan Ketua Bawaslu pertama itu.