Thursday, May 29, 2025
Jaringan :   Cermis.id   Etnis.id
Lontar.id
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • RagamHiburan
  • KolomOpini
No Result
View All Result
Lontar.id
Home Opini

Bima dan Gersangnya Sikap Kritis Pemuda

Oleh Ais Aljumah
29 October 2019
in Opini, Politik
Bima dan Gersangnya Sikap Kritis Pemuda

Flicker

198
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Lontar.id– Salah satu revolusi besar yang dilakukan umat manusia dalam ilmu politik adalah mengubah tatanan kekuasaan:  yang awalnya dipimpin seorang Raja dan dianggap ‘titisan langit’ yang bersifat absolut (monarki), ke bentuk kekuasaan yang diperintah secara kolektif yang lahir ‘dari bumi’ (demokrasi). 

Demokrasi membawa gagasan rasional. Sebagai jalan untuk memahami bahwa kekuasan tidaklah transendental melainkan sosiologis. Bahwa raja bukanlah perpanjangan tangan Tuhan, melainkan manusia biasa yang ditugaskan manusia lainnya, untuk mengatur dan mengurus kehidupan di antara mereka. 

Dengan rasionalitas itu, sistem ini menuntut kepada masyarakatnya agar memiliki kewarasan mental dan kelurusan berpikir. Karena hanya dengan cara itu hakikat berwarganegara, bernegara dan kekuasaan dapat diselenggarakan dengan benar.

Kenapa Raja dan kekuasaannya dilahirkan di bumi, diletakkan di bumi, dan dijalankan di bumi? Bukan datang dari langit dan untuk langit!? Agar supaya kita dapat sama-sama mengawasi, mengontrol, mengkritik, dan mengevaluasinya, bahkan memakinya jika ia kepala batu. Kalau ia datang dari langit, masyarakat takut untuk memberi interupsi. Sebaliknya mereka justru akan datang untuk bersembah, terus memberi puji dan julur menjilat. Sifat menyembah dan jilat-jilat penguasa, apa lagi ia penguasa yang brengsek. Sebuah mental feodal.

Mental ini terus tumbuh di Bima, bahkan dibentuk kepegawaian untuk memeliharanya. Mereka datang dari kelompok  keturunan raja, kelompok  “istana”, kelompok penguasa, dari kalangan mahasiswa, aktivis, politisi, akademisi.

Mental yang masih menganggap penguasa adalah ‘titisan’. Dampaknya, pemerintah dianggap sebagai “sang pembawa” yang menilai kekuasaan penguasa dapat ‘menjanjikan kehidupan yang baik’. Oleh sebab itu, harus dingangguk-angguk, dan tidak boleh dipertanyakan.

Mental seperti ini lahir dari jiwa yang rendah, datang dari kepala yang kerdil, dan keluar dari mulut yang munafik. Sebenarnya mereka sadar, apa yang mereka lakukan itu tidak benar, tapi karena ‘takut tidak makan’ membuat mereka menjadi tak berdaya.

Sekitar dua abad lalu Montesquieu membagi kewenangan kekuasaan menjadi tiga, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang disebutnya sebagai Triaspolitika agar kekuasaan tidak dimonopoli. Dan kita sedang berada dalam sistem ini. Sistem yang mengharuskan kita menggeleng pada kekuasaan bukan mengangguk, karena kekuasaan bukan untuk dijilat tapi untuk diberi kritik. 

Jika kekuasaan dimonopoli, penguasa akan cenderung buas kata Hobbes. Triaspolitika memerintahkan kita memberi ‘teror’ dengan pikiran dan argumentasi kepada penguasa yang nyenyak tidur, agar ia tidak larut. Namun sangat disayangkan, saat ini di Bima, para aktivis, intelektual, akademisi, pemuda, dan mahasiswa ramai-ramai datang menghadap ‘raja’ dengan posisi kepala lebih redah dari pantat, dan pikirannya lebih panjang dari lidahnya. Sehingga bukan perbaikan yang didapat melainkan buaian.

Dengan itu, berhetilah memuji penguasa, hentikan jilat-menjilat itu, karena itu racun yang memabukkan, yang menyebabkan penguasa tidak memahami apa yang sedang terjadi. Dan ini sungguh sangat berbahaya bagi daerah, masyarakat dan Bima.

Untuk itu kita perlu memberi gagasan kritis. Datanglah menghadap penguasa, raja termasuk Bupati dengan kepala yang menjulang dan gagasan yang menjalar. Kenapa harus takut lapar!? Lihatlah jauh ke depan, jabatan Bupati itu hanya lima tahun, habis itu selesai. Tidak abadi. Tapi kehidupan ini harus tetap dilanjutkan, generasi datang silih berganti, dan Bima tetap harus berdiri Kekal dan abadi.

Penulis: Faris Thalib (Sekjen Angkatan Muda Bima/AMBI)

Share79Tweet50Share20SendShare
ADVERTISEMENT
Previous Post

Demo Indonesia Memanggil, Buruh Tuding Jokowi Lindungi Pelanggar HAM

Next Post

Ajaran Baha'i dan Penyebarannya di Indonesia

Related Posts

Opini

by Dumaz Artadi
21 June 2022

Lontar.id - Seiring berjalannya waktu, tuntutan masyarakat pada peningkatan kinerja pemerintah semakin tinggi. Tata kelola pelayanan administrasi yang handal, profesional,...

Read more
Bawaslu Harap Seleksi Debat Penegakan Hukum Pemilu Tidak Diintervensi

Bawaslu Harap Seleksi Debat Penegakan Hukum Pemilu Tidak Diintervensi

3 February 2022
Pemerintah dan penyelenggara Pemilu Sepakati Pilpres Digelar 14 Februari 2024

Pemerintah dan penyelenggara Pemilu Sepakati Pilpres Digelar 14 Februari 2024

24 January 2022
Bawaslu Inventarisir Masalah Perbawaslu tentang Penanganan Pelanggaran

Bawaslu Inventarisir Masalah Perbawaslu tentang Penanganan Pelanggaran

13 January 2022
Ketua Bawaslu Sulsel Sebut Sosialisasi dan Pendidikan Demokrasi Tidak Boleh Berhenti

Ketua Bawaslu Sulsel Sebut Sosialisasi dan Pendidikan Demokrasi Tidak Boleh Berhenti

26 December 2021
Bawaslu RI Uji Coba Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

Penanganan Pelanggaran Netralitas ASN Adalah Hal Unik

10 December 2021
Lontar.id

PT. Lontar Media Nusantara

Follow us on social media:

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Redaksi

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

No Result
View All Result
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • KolomOpini
  • RagamHiburan
  •  Etnis.idwarta identitas bangsa
  •  Cermis.idaktual dalam ingatan

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In