Lontar.id – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) merupakan partai pendatang baru di kancah politik dan lolos sebagai peserta pemilu 2019. Di pemilu kali ini, PSI masuk di koalisi pengusung petahana Jokowi-Amin bersama dengan Partai PDIP, Golkar, PPP, PBB, NasDem dan Hanura. Sedangkan partai pengusung di luar parlemen Perindo, PKPI dan PSI tentunya.
Keberadaan PSI di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, memang cukup strategis apalagi partai baru. Yaitu dapat mendompleng popularitas partai lewat petahana, untuk dapat lolos parliamentari threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Agar mendudukkan perwakilannya di parlemen, setidaknya PSI harus meraih suara minimal 4 persen secara nasional.
Ini memang bukan pekerjaan muda bagi partai yang dibentuk pada 16 November 2014 lalu, melainkan suatu pekerjaan luar biasa untuk tampil di depan publik agar meyakinkan pemilih, bahwa PSI partai yang tepat dipilih. Namun jika gagal mendapatkan simpati pemilih, maka besar kemungkinan partai ini akan bernasib sama dengan partai pendahulunya. Tutup usia.
Saya mulai memperhatikan PSI di awal-awal berdirinya, mereka gencar melakukan sosialisasi sebagai partai yang dekat dengan kalangan anak muda. Memanfaatkan sarana media sosial, Facebook, Twitter, Instagram. Lewat platform teknologi PSI paling tidak mulai dikenal publik.
Namun belakangan ini, kemunculan PSI bukanlah tanpa kontroversi melalui rangkaian komentar dan sikap partai, hingga kerap menyerang partai sesama koalisi. Serangan PSI menyasar sesama partai koalisi, kerap menjadi bahan perdebatan hingga memunculkan stigma partai yang didirikan presenter Grace Natalie, Raja Juli Antony dan Isyana Bagoes Oka hanya sekadar mencari sensasi untuk menjadi pusat perbincangan.
Sejumlah kontroversi PSI seperti menyerukan penolakan terhadap Perda Syariah dan Perda Injil, karena dianggap bisa menimbulkan diskriminasi. Laranga terhadap perilaku poligami pada pejabat publik dan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjanjikan akan merivisi peraturan tersebut kelak setelah duduk di parlemen. Instruksi ucapan natal terhadap semua kader, kebohongan award dan baru-baru ini PSI mendatangi kantor DPR dan menyerahkan gabut award. PSI menyerahkan gabut award sebagai aksi kekecewaan melihat kinerja DPR pasca refeormasi sebagai yang terburuk.
Benarkah demikian? Saya kira PSI ada benarnya juga, DPR sebagai representasi perwakilan rakyat di parlemen berjuang untuk kepentingan rakyat, namun yang kita saksikan hari ini, setidaknya menurut PSI sangat buruk karena menjamurnya perilaku korupsi.
Tetapi jika menelisik lebih jauh kebelakang, DPR pada masa rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto, tidak memiliki peranan signifikan. DPR pada masa itu hanya sebagai simbol dan tukang stempel saja, mengikuti keinginan Soeharto. Bila dibandingkan dengan saat ini, saya pikir DPR sudah mulai menujukkan kinerjanya yang bagus walaupun pada sisi lain kita kecewa dengan mereka, tapi paling tidak, lembaga parlemen sudah lebih baik ketimbang masa Orba.
PSI menurut saya perlu belajar kembali tentang sejarah, belajar banyak hal tentang ketataegaraan kita, sebelum menyerang, mengkritisi dan membandingkan kinerja DPR pada masa orde baru dan pasca reformasi. Lembaga ini pada masa Soeharto, hampir kita tidak pernah mendengar adanya kritikan dari parlemen ke eksekutif sebagai suatu sistem check and balance. Tanpa sistem checks and balances maka pemerintahan akan melakukan sewenang-wenang dan diktator, maka tak heran Soharto berkuasa selama 32 tahun lamanya.
Manuver PSI di koalisi TKN yang sering blunder, justru merugikan Jokowi-Amin. Alih-alih mendapatkan respon baik dari masyarakat, malahan sebaliknya yaitu ditinggalkan. Alasannya sederhana, PSI tidak memainkan politik ideologi yaitu menawarkan program yang kongkret terhadap permasalah bangsa saat ini. Melainkan PSI merasa lebih nyaman sebagai komentator dan tidak tanggung-tanggung menyerang partai oposisi dan koalisi. Ini juga bisa disebut sebagai politik pencitraan, lewat citra PSI dapat dikenal publik luas. Soal apakah publik akan memilih partai ini atau tidak, itu hal lain.
Kondisi seperti ini menurut saya sangat merugikan kubu Jokowi-Amin, selain publik tidak merasa simpatik, PSI menimbulkan kegaduhan soliditas mesin partai yang bekerja kurang lebih sebulan lagi waktu tersisa. Mesin partai sangat vital memainkan peran mengkampanyekan dan memenangkan calon presiden usungannya. Oleh sebab itu, partai-partai pengusung tidak boleh saling menyerang dan membuka aib masa lalu sebagai partai yang punya jejak korupsi di masa lalu dan kadernya di tangkap KPK.
Jika Jokowi tidak segera turun tangan dan menghentikan manuver PSI, apalagi di tengah gegap gempita pendukung Prabowo-Sandi yang saat ini solid dan berada atas angin. Bukan tidak mungkin, Jokowi harus siap-siap menerima kekalahan.