Jakarta, Lontar.id – Jejak-jejak digital telah banyak menunjukkan kepada kita beragam cara yang dilakukan para Capres-Cawapres dalam menarik simpati pemilih. Contohnya pada Pilpres 2014 lalu, kebisaan blusukan yang dilakukan Joko Widodo (Jokowi) berhasil mengantarkannya sebagai Presiden terpilih bersama Wakilnya, Jusuf Kalla (JK).
Blusukan mungkin bukanlah faktor utama terpilihnya Jokowi-JK. Tetapi apresiasi publik terhadap kebiasaan blusukan Jokowi itu terlanjur memikat hati.
Sikap kesederhanaan yang ditunjukkan Jokowi jelas berbeda dengan kandidat lainnya. Hingga jelang 5 tahun masa kepemimpinannya, Jokowi masih setia dengan tradisi blusukan. Tapi, apakah publik masih tergugah dengan pola blusukan di Pilpres 2019 ini? Jawabannya pasti masih menunggu hasil Pilpres 2019.
Baca Juga: Setahun Ketentuan Bung Karno serta Taring Manusia Timnas Indonesia
Di Pilpres 2019 ini, Jokowi telah memilih Ma’ruf Amin sebagai pasangan Wakilnya. Head to Head Jokowi-Ma’ruf VS Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandiaga) telah tersaji di Pilpres 2019. Dua proses dari lima tahapan debat telah dilalui oleh dua Capres-Cawapres tersebut.
Rakyat pasti tidak sekadar menikmati kebiasaan blusukan secara terus-menerus. Selama 4 Tahun lebih masa kepemimpinan Jokowi-Jk, pembuktian dan realisasi janji menjadi jalan utama seorang petahana untuk mempertahankan kelayakannya di mata publik.
Blusukan, pembuktian, dan capaian kinerja selama memimpin jelas akan menjadi instrumen utama seorang petahana untuk terpilih lagi selanjutnya. Lalu bagaimana dengan seorang penantang? Selain menebarkan janji-janji ‘akan’ saat debat, pola sosialisasi kandidat penantang juga cenderung mengarah ke isu agama.
Mengancam Tuhan Dalam Puisi Neno Warisman?
Isu soal agama dan ketuhanan masih menjadi bumbu di Pilpres 2019. Berawal dari salah ucap doa KH Maimun Zubair yang jadi perdebatan dari dua kubu. Hingga kontroversi potongan puisi Neno Warisman pada kegiatan Munajat 212.
Puisi memang merupakan bentuk kebebasan berekspresi. Tetapi, apakah elegan jika hanya karena dukungan di Pilpres, agama dan Tuhan lalu ikut dikait-kaitkan?
Baca Juga: Kidung untuk Luna Maya yang Mungkin Saja Berkabung
Puisi Neno Warisman tidak menyebutkan nama Kandidat di Pilpres secara langsung. Hanya saja, kapasitas seorang Neno jelas merupakan pendukung salah satu kandidat penantang petahana, Prabowo-Sandi. Belum lagi beberapa figur yang hadir di acara Munajat 212. Cukuplah jejak digital menunjukkan itu.
Potongan puisi yang dibacakan Neno itu mendadak riuh di media sosial. Potongan video puisi yang beredar tersebut seperti ini:
jangan, jangan Engkau tinggalkan kami
dan menangkan kami
Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami khawatir ya Allah
Kami khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu
Netizen lebih banyak merespons video potongan puisi ketimbang membacanya secara utuh.
Tim pemenangan Petahana dan penantang di Pilpres punya persfektif berbeda dalam memaknai puisi itu. Sebagian menyebutnya mengancam Tuhan, sebagian lainnya membela dan menyebutnya potongan doa.
Andaikan Ahmad Dhani masih murni seorang musisi dan belum terlibat sebagai politisi seperti saat ini, maka akan cukup relevan jika dia ikut memaknai puisi Neno Warisman tersebut. Kenapa mesti Ahmad Dhani? Karena Dhani punya potongan lirik lagu yang pas untuk mencegah sebuah kepentingan dikaitkan dengan Tuhan.
Baca Juga: Merindukan Ahmad Dhani yang Dulu
Salah satu lagunya yang fenomenal bersama Grup Musik Dewa 19 berjudul: ‘Atas Nama Cinta’. Potongan Liriknya seperti ini:
Begitu mudah mulutmu berkata
Atas namakan Tuhan demi kepentinganmu
Atas nama cinta saja
Jangan bawa nama Tuhan
Apa pun cara kau tempuh
Untuk dapatkan yang kau mau
Meski kau harus jual murah
Ayat-ayat suci Tuhan
Jika dilihat secara utuh, Lagu Dhani menggambarkan tentang seseorang yang ‘mengobral’ nama Tuhan hanya untuk pembuktian sebuah cinta pada lawan jenis. Lirik lagu Dhani juga jelas menolak nama Tuhan terbawa hanya untuk sebuah kepentingan.
Kini, Dhani telah vakum dalam bermusik. Pasca dibui karena kasus ujaran kebencian, nama Dhani lebih banyak disebut oleh kalangan politisi ketimbang musisi. Pamor Dhani sebenarnya lebih dikenal sebagai seorang musisi ternama jauh sebelum dia terlibat dalam memenangkan salah satu kandidat di Pilpres 2019.
Semoga saja Pilpres 2019 tak menggeneralisasi seluruh profesi menjadi tim sukses. Cukuplah musisi dengan kemurniannya. Begitu juga dengan seluruh profesi dan tokoh-tokoh agama lainnya. Tetaplah murni tanpa mesti terkontaminasi soal Pilpres. Seperti kata seorang kawan saya “Dunia ji ini”.