Lontar.id – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui banyak “penyelundupan” manusia lewat angkutan barang demi pulang kampung.
“Kalau bus saya rasa tidak ada, mereka itu gunakan truk atau mobil bak jadinya,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiadi dikutip CNNIndonesia.
Modusnya begini, sopir memasukkan orang di bak, di sela-sela barang atau logistik yang dibawa. Bak ditutup menggunakan terpal, agar penumpang “selundipan” tidak terdeteksi penjaga perbatasan.
Menurut Budi, cara itu banyak dilakukan dan pelakunya banyak kedapatan di jalan nasional dan perbatasan. “Saya minta itu ditindak saja,” kata Budi.
Dilansir dari AyoSemarang, masih banyak masyarakat yang tinggal di kota-kota besar khususnya Jabodetabek, nekat mudik dengan cara sembunyi-sembunyi untuk menghindari petugas.
“Saya dikirimi beberapa gambarnya, ada yang mobilnya dimasukkan ke dalam truk, ditutupi barang. Ada juga, nggak tahu bener apa tidak, orang naik kontainer. Tolong lah, jangan seperti itu, itu bahaya,” kata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
“Saya ingatkan, bahaya, sudahlah. Blak-blakan saja kalau mau mudik. Kalau memang harus pulang, uruslah surat minta izin dan sebagainya. Urus saja izinnya, saya kira pemerintah juga akan bijaksana,” tegasnya.
“Kalau Anda bisa bertahan, tolong tetap bertahan. Nanti kami urus kok. Jangan khawatir, nanti kami urus. Setiap hari saya membalas WA, telpon, sms bahkan DM soal itu. Ada mekanisme yang dapat ditempuh untuk itu, tolong patuhi peraturan pemerintah,” pintanya dikutip dari AyoSemarang.
Akhirnya, ia mengaku kalau persoalan mudik sungguh kompleks. Makanya, diminta pula pemerintah pusat memastikan masyarakat yang tidak pulang, agar mendapatkan insentif. “Mekanisme pembagiannya, yang jelas, semua harus terdata dan mendapatkan insetif itu.”
Ada juga kasus travel gelap yang menawarkan jasa mengantar pemudik ke kampung halaman di tengah pandemi Corona (COVID-19). Polisi sudah mencatatnya.
Mobil minibus akhirnya harus ditahan setelah kedapatan mengantarkan empat pemudik dari Jakarta yang berniat ke Tasikmalaya pada Kamis (30/4), dini hari.
“Iya benar Pos Check Point Batunungku bersama dengan Gugus Tugas COVID-19 Batunungku mengamankan travel gelap yang sering mengantar pemudik ke wilayah Tasikmalaya,” kata Kabag Ops Korlantas Polri, Kombes Benyamin dalam keterangannya.
“Dari Jakarta dengan tujuan Sukaraja,” ucap Benyamin.
Kata Benyamin, nama pengemudi gelap itu ialah Giri (26). Ia memasanga tarif Rp 400 ribu untuk sekali perjalanan. Dengan lincah, Giri mengambil jalur tol hingga jalur tikus menuju Tasikmalaya, tapi akhirnya disetop di Batunungku.
Mudik dan pulang kampung
Dari laporan Republika, ratusan pemudik sempat bersitegang dengan petugas dan memaksa masuk Pelabuhan Merak. Terhitung, 200 pemudik dengan kendaraan roda dua dan 100 kendaraan roda empat hendak menyeberang ke Sumatra, Rabu (29/4) dini hari.
Beberapa dari mereka memohon agar dibolehkan menyeberang. Sepeprti Sugiharto (20 tahun), dirinya mengetahui imbauan pemerintah untuk tidak mudik.
Ia malah meyakini kalau tindakannya itu adalah pulang kampung. “Saya tahu imbauan pemerintah soal mudik itu, tapi kan Pak Jokowi itu bilangnya melarang mudik, sekarang kan belum mudik, mudik itu kalau sudah dekat lebaran,” kata Sugiharto memohon kepada personel kepolisian di check point Gerem, Kota Cilegon.
Sugiharto mengaku kalau dirinya warga asli Lampung, sambil memperlihatkan kartu identitasnya kepada petugas. Ia terpaksa meninggalkan tanah rantau karena tidak lagi memiliki tempat tinggal.
“Keluarga saya semua di Lampung, asli Lampung di Bekasi dari 2019 kemarin. Saya kan kerja di bengkel, sementara bengkel sepi jadi nggak ada pemasukan, kontrakan udah nggak ada lagi, kalau tetap di Bekasi mau tinggal di mana?” kata dia.
“Kasihan Pak, kita orang rantau di sini sudah tidak ada lagi pemasukan,” ujarnya memelas.
Hal sama dilakukan Rendi (27 tahun). “Saya nggak mudik, saya cuma mau pulang ke keluarga,” ungkapnya kepada petugas kepolisian.
Ia memohon agar tetap diizinkan menyeberang. “Emang Bapak mau biayai hidup saya? Ngasih tempat tinggal untuk saya? Makanya saya ingin pulang biar bisa ketemu keluarga,” ujarnya.
Dia bingung dengan nasibnya di rantau karena sudah tidak bekerja selama dua bulan. Pria yang sebelumnya bekerja di Tangerang ini bahkan tidak lagi mampu untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.
“Saya sudah dua bulan nggak kerja, nggak bisa bayar kontrakan. Buat makan aja saya susah,” jelasnya.
Rendi sempat mendaftar untuk mendapat bantuan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, hingga kini bantuan itu belum didapatnya.
“Saya sudah ngumpulin KTP buat dapat bantuan, tapi sampai sekarang belum ada juga. Tolonglah sekarang ini hidup saya sudah susah,” katanya.
Sementara Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi membolehkan orang menyeberang karena alasan kedaruratan.
“Memang ada pengecualian apabila ada kedaruratan, seperti sakit keras yang mengharuskan pulang akan kita kawal sampai di kapal,” katanya.
Edy sebenarnya prihatin dengan kondisi pemudik. Namun upaya mereka disebutnya merupakan langkah pencegahan tersebarnya wabah bagi keluarga di kampung halaman.
“Kita ikut prihatin, tapi demi kebaikan kita bersama, kesehatan bersama kita harap semuanya mengikuti anjuran pemerintah agar tidak ada lagi orang terpapar Covid-19,” kata dia.