Lontar.id – Wacana amandemen UUD 1945 yang membuka peluang penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode ditentang keras oleh Wakil Ketua MPR Syarif Hasan.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat itu menolak wacana tentang masa jabatan presiden selama 3 periode berturut-turut.
“Pokoknya Demokrat tidak setuju,” kata Syarif Hasan usai diskusi publik di media center Gedung Nusantara III DPR RI, Jum’at (6/12/2019).
Syarif Hasan beralasan, jika masa jabatan presiden diperpanjang, maka dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. Presiden akan menggunakan kewenangannya demi kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok partai politik tertentu.
Kondisi tersebut, diyakininya dapat melahirkan instabilitas politik, sementara yang dibutuhkan masyarakat saat ini, bagaimana pemerintah mendorong pembukaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
“Kalau terlalu lama, bisa abuse of power,” tegasnya.
Syarif Hasan juga menjelaskan, sebelum MPR memutuskan suatu persoalan pada sidang Paripurna, perlu untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Nantinya, aspirasi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, apakah penambahan masa jabatan presiden dianggap urgen atau prioritas bagi masyarakat.
“Kita perlu mendapatkan pandangan dari masyarakat, tapi kalau presiden sudah punya sikap, itu bagus. Jadi rakyat akan bisa menilai, oh presiden tidak setuju. Kita berterima kasih pada presiden yang satu pandangan dengan Demokrat,” akunya.
Sebelumnya, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), menyatakan ketidaksetujuannya atas wacana tersebut.
Diketahui, awalnya usulan amandemen UUD 45 hanya merekomendasi 7 poin. Di antaranya mengenai haluan negara (GBHN), penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan sistem presidensil, penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan pemasyarakatan empat pilar dan ketetapan MPR.
Editor: Kurniawan