Jakarta, Lontar.id – Jika ada yang menyaingi kuatnya pengaruh kedatangan Islam di nusantara, maka Korean-Pop (K-Pop) adalah jawabannya. Fenomena K-Pop memang bukan lagi barang baru, wacana itu telah menebar benih yang semakin subur dan perlahan mengakar pada kebudayaan kita di Indonesia. Ada yang melihatnya sebagai peluang bisnis, ada yang melihatnya sebagai bagian dari keniscayaan akan sebuah transformasi kebudayaan, dan adapula yang menolaknya sebagai benda asing yang tidak cocok dengan budaya Indonesia.
Segala bentuk persepsi yang saling bersilangan tersebut timbul-redam, tapi satu yang pasti bahwa kita tidak bisa menolak jika indonesia dan bahkan beberapa negara Asia lainnya senang dan sedang gandrung K-pop — itu adalah fakta utamanya.
Fakta lain yang bisa dikupas adalah sejarah masuknya K-Pop di Indonesia dan seperti apa pengaruh gelombang K-Pop atau yang dikenal dengan istilah hallyu di Indonesia. Untuk melihat hal itu, perlu memetakan terlebih dahulu, awal mula kebangkitan industri kreatif di Korea Selatan.
Eun Mee Kim dan Jiwon Ryoo dalam tulisannya South Korean Culture Goes Global: K‐Pop and the Korean Wave mengungkapkan fenomena Hallyu berasal dari dendam Korea Selatan dan hasrat untuk bangkit setelah mendapatkan kolonialisasi dari Jepang. Selain itu, kebangkitan Korea Selatan juga dipengaruhi oleh supremasi Cina sebagai negara tetangga Korea Selatan yang mendominasi negara itu baik dari segi ekonomi, maupun politik, dan kebudayaan.
Motif lain yang bisa dibaca dibalik fenomena hallyu adalah keinginan Korea Selatan untuk lepas dari pengaruh Amerika Serikat yang menjadi kiblat gaya hidup masyarakat Korea Selatan. Pertarungan kebudayaan yang terjadi di Korea Selatan tersebut memantik munculnya idustri kreatif yang lebih menonjolkan identitas kebangsaannya. Keberhasilannya memberikan pengaruh ke beberapa negara Asia, bahkan Jepang dan Cina yang awalnya menjadikan Korea Selatan sebagai “budak” justru berbalik — ikut terpengaruh.
Fenomena Hallyu di Indonesia tidak terjadi begitu saja, melainkan telah direncanakan dan dirancang kehadirannya. Strategi utama yang dilakukannya adalah menjadikan produksi industri kreatif seperti film dan musik lebih dekat dengan kebudayaan Asia, dengan kata lain — Korea Selatan berusaha melompat lebih jauh dari hegemoni Barat. Keinginan menghilangkan hegemoni barat barangkali tidak hanya dipikirkan oleh Korea Selatan, akan tetapi negara-negara Asia lain yang mungkin salah satunya adalah Indonesia. Pada akhirnya, solidaritas itulah yang membuat gelombang K-Pop semakin besar.
Unsur kebudayaan Asia yang dilekatkan pada industri kreatif Korea Selatan membuatnya lebih mudah diterima. Meski demikia, beberapa pandangan menyebutkan dan sah-sah saja terjadi bahwa budaya Korea adalah budaya hibrid dari Eropa, Jepang, dan Cina. Hibriditas tersebut memang sangat terlihat jika melihat historisitas Korea Selatan yang pernah melakukan relasi dengan negara-negara tersebut.
Tidak dapat dipungkiri, jika revolusi mental yang dilakukan masyarakat dan pemerintah Korea Selatan sangat berhasil. Hal tersebut ditopang oleh kemajuan sains dan tekhnologinya. di Indonesia K-Pop yang awalnya masuk melalui drama Korea, saat ini menyebar ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Yang awalnya menjangkiti remaja, kini juga menjangkiti orang dewasa.
Melalui tayangan drama, Korea Selatan memasukkan unsur musik dan tari. selain itu, dalam penelitian lapangan yang dilakukan tirto.id menyebutkan bahwa mewabahnya produk skin care Korea Selatan di Indonesia tidak lepas dari kosntruksi cantik dan ganteng dalam tayangan drama Korea Selatan.
Satu hal yang dapat kita pelajari dari fenomena hallyu adalah konsistensi masyarakatnya dalam menjalankan revolusi mental dan kemampuannya melihat peluang yang ditopang oleh kesadaran mengeskplorasi sumber daya manusianya.