“Banyak kegelisahan kawan-kawan muncul, apalagi saat berhubungan dengan aparat penegak hukum. Sebenarnya kami ini salahnya di mana? Maka kita komunikasikan agar pencegahan korupsi benar-benar bisa dilakukan,” kata Ganjar.
Dalam pertemuan itu lanjut Ganjar, KPK sudah memaparkan area-area yang rawan praktik korupsi. Misalnya, jual beli jabatan, kolusi, pungli, perizinan, dan lainnya. Diharapkan para kepala daerah dan pimpinan DPRD se-Jateng bisa memahami dan berusaha sekuat tenaga agar tidak terjebak dalam pusaran korupsi.
“Semua harus mencegah itu. Mudah-mudahan kawan-kawan semua jadi paham dan tidak melakukan itu. Kalau masih nekat, ya ditangkap,” tegasnya.
Dalam pertemuan itu, sejumlah kepala daerah menanyakan beberapa hal teknis kepada Firli dan Ganjar. Misalnya Bupati Banyumas, Achmad Husein yang bertanya tentang pencegahan korupsi yang dilakukan KPK.
“Kami semua ini takut dan tidak mau di-OTT KPK. Padahal semangat KPK itu kan pencegahan korupsi. Kami mohon ke KPK, agar terus mendampingi kami, dan terus mengingatkan kami sebagai upaya pencegahan. Karena selama ini tidak sedikit kepala daerah daerah yang tidak tahu kalau yang dilakukannya itu salah,” katanya.
Selain itu, ada juga pertanyaan dari Bupati Batang, Wihaji. Menurutnya, banyaknya kepala daerah yang melakukan korupsi karena biaya operasional kepala daerah yang sangat kecil. Sementara, ongkos Pilkada tiap lima tahunan sangatlah mahal.
“Ini suasana kebatinan kami, bahwa sistem politik inilah yang menjadi cikal bakal korupsi di Indonesia. Korupsi yang dilakukan kepala daerah, karena kami ini hasil dari sistem politik sekarang,” ucapnya.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, korupsi itu bisa terjadi karena ada kekuasaan, kesempatan, dan keserakahan. Satu hal yang bisa dilakukan untuk menghindarinya adalah integritas.
“Kami selalu berkoordinasi dengan inspektorat di daerah, sebagai upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Jadi saya minta kepada seluruh bupati/ wali kota untuk mengoptimalkan peran inspektorat pengawas internal masing-masing. Saya juga berharap, semua kepala daerah berintegritas dan sadar, bahwa korupsi itu perbuatan jahat karena merampas hak-hak masyarakat,” ucapnya.
Firli juga menegaskan, semua kepala daerah tidak boleh takut dengan KPK. Selama mereka bekerja sesuai aturan dan tidak melakukan pelanggaran, maka tidak akan dipersoalkan.
“KPK tidak pernah mencari-cari kesalahan, tapi kesalahan pasti bisa kami temukan,” tegasnya.
Terkait praktik korupsi karena mahalnya biaya politik saat ini, Firli sepakat dengan itu. Dari hasil survei yang dilakukannya, pihaknya menemukan beberapa persoalan yang harus dicarikan solusi.
“Kajian kita, memang pelaksanaan pilkada ini masih memerlukan biaya tinggi, karena banyak aktivitas politik yang membutuhkan biaya. Dari hasil kajian kita, biaya tinggi pelaksanaan pilkada, 82 persen biayanya dihasilkan dari sponsor,” jelasnya.
Untuk itu, KPK lanjut Firli telah mengusulkan agar pemerintah melakukan evaluasi pelaksanaan Pilkada yang jauh dari praktik korupsi, biaya tinggi hingga jual beli suara. Caranya, semua pembiayaan Pilkada ditanggung oleh negara.
“Kami juga mengusulkan agar ada peningkatan fasilitas yang didapatkan kepala daerah, sehingga mereka tidak akan melakukan korupsi,” pungkasnya.